Dari Warisan Saham Hingga Keresahan Manajemen
PHK Wartawan Kompas

Dari Warisan Saham Hingga Keresahan Manajemen

Kasus PHK terhadap wartawan Kompas P. Bambang Wisudo memunculkan kembali perdebatan atas penyerahan 20 persen saham perusahaan kepada karyawan.

CRY
Bacaan 2 Menit

 

Bambang tidak hadir dalam aksi tersebut karena sedang mengisi pelatihan jurnalistik di Yogyakarta. Kehadirannya diwakili oleh istrinya, Sri Yanuarti yang hendak menyampaikan surat penolakan pemecatan terhadap suaminya. Surat itu ditulis sendiri oleh Bambang. Sayang, keinginan Yanu—panggilan akrab istri Bambang—tak kesampaian. Manajemen Kompas menolak menemuinya.

 

Mempersoalkan Warisan Saham

Ada poin penting dalam surat pemecatan yang ditujukan kepada P Bambang Wisudo yang ditandatangani Pemimpin Redaksi Kompas Suryopratomo. Poin itu soal pemutarbalikkan fakta dan perbuatan tidak menyenangkan kepada perusahaan. Kedua tindakan Bambang yang dilakukan pada 7 dan 8 Desember 2006 ini telah menimbulkan keresahan kepada karyawan lain. Perusahaan dengan ini memutuskan tidak ada kepercayaan lagi kepada Saudara dan tidak dapat memperpanjang hubungan kerja dengan Saudara terhitung mulai tanggal 9 Desember 2006, begitu bunyi surat tersebut.

 

Menanggapi tudingan manajemen Kompas bahwa dirinya sebagai biang keresahan, Bambang menolak mentah-mentah. Apa bedanya koran dengan leaflet? Itu adalah media informasi. Setiap hari kita bekerja menyebarkan informasi, tandasnya ketika dihubungi hukumonline lewat telepon, Senin (11/12).

 

Bambang yakin bahwa pemecatan terhadap dirinya terkait dengan aktivitasnya sebagai Sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK). Waktu itu, dengan dimotori Ketua PKK dan dirinya, PKK menanyakan tentang warisan saham sebesar 20 persen yang dijanjikan PK Ojong—salah satu pendiri Harian Kompas—kepada karyawan Kompas.

 

Janji tersebut disampaikan PK Ojong sejak 1980 silam. Namun, janji tersebut tidak pernah direalisasikan oleh manajemen Kompas hingga sebelum terjadi pemecatan. Dalam pengakuannya, Bambang menegaskan bahwa setelah terjadi serangkaian perundingan yang alot, akhirnya pada 13 September 2006 terjadi kesepakatan soal warisan saham tersebut.

 

Kesepakatan itu ditandatangani oleh Syahnan Rangkuti sebagai Ketua Umum PKK dan St Sularto (Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas) sebagai perwakilan Manajemen Kompas. Saham sebesar 20% seperti yang dijanjikan PK Ojong tidak jadi diberikan kepada karyawan. Dan, sebagai gantinya, karyawan akan menerima 20% dividen PT Kompas Media Nusantara. Kesepakatan itu sebenarnya merugikan karyawan karena karyawan kehilangan 20% saham atas PT Kompas Media Nusantara yang diwariskan oleh Pak Ojong sejak 1980, tutur Bambang.

 

Ada kekhawatiran yang diungkapkan Bambang dengan tidak dilibatkannya Pemimpin Redaksi Kompas Redaksi Suryopratomo dalam kesepakatan tersebut. Saya khawatir akan ada balas dendam pihak manajemen kepada pengurus PKK, ujar Bambang.

Tags: