Dari Klaten ke Jakarta, Memperjuangkan Kesetaraan
Edisi Akhir Tahun 2011:

Dari Klaten ke Jakarta, Memperjuangkan Kesetaraan

Tak mudah, tetapi Widodo alias Shakila bertekad tak akan surut pula melakoni tantangan yang menghadang.

FNH
Bacaan 2 Menit

Mimpi untuk memperjuangkan hak mereka dan tentu saja hak Widodo sendiri, makin menguat. Seiring berjalannya waktu, ia terdorong untuk mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang memperjuangkan hak kesetaraan kaum-kaum minoritas yang  memiliki orientasi seksual berbeda. Pada tahun 2000, gagasan ini mulai ia rintis. Namun, lembaga yang kini dikenal dengan nama Arus Pelangi ini baru menegaskan keberadaannya pada 2005. 

Melalui organisasi inilah, Widodo menyatakan sebagai awal mula perjuangan yang dia cita-citakan. Sebagai sebuah lemabaga swadaya masyarakat yang memperjuangkan hak serta kesetaraan (LGBTI) dengan warga negara lain. 

Perjuangan itu memang tak mudah. Badai tentangan dari berbagai pihak terus menghantam. Widodo mengaku di teror oleh orang-orang yang tidak ia kenal setelah ia memprakarsai parade kemerdekaan di Jalan Malioboro Yogyakarta yang dilaksanakan oleh kaum LGBTI serta beberapa aktifis lainnya tanpa menutupi identitas diri yang sebenarnya. 

“Saya sempat dicari oleh polisi, karena kebetulan saat itu saya yang menjadi koordinatornya. Namun saya tidak takut, dan sejak itu kita mulai memperlihatkan identitas diri ke publik,” lirih Widodo. 

Sebagai kaum minoritas, Widodo menyadari bahwa apa yang tengah ia perjuangkan bukanlah perihal sepele.  Terbukti dengan banyaknya pihak-pihak yang menentang mereka, terutama lembaga yang berbasis agama. Namun, ia tetap maju tak gentar untuk menyuarakan persamaan hak dan kesetaraan mereka dengan warga lainnya. 

“Ketika ada pemilihan duta waria di Depok, kita diserang oleh salah satu lembaga agama. Mereka memaksa untuk membubarkan acara. Namun kita tidak mau dan tidak segampang itu untuk membubarkan acara. Kita punya hak yang sama koq sebagai warga Negara untuk melakukan kegiatan,” papar Widodo. 

Ditambah lagi, perlakuan aparat terhadap waria yang suka mangkal di Taman Lawang yang menurutnya tidak memperlakukan waria sebagai manusia. Dan ini yang tengah ia perjuangkan bersama teman-teman di Arus Pelangi meskipun banyak kasus pemukulan dan penganiayaan waria menguap begitu saja. 

Tags:

Berita Terkait