CSS Harus Bertanggung Jawab Atas Dugaan Korupsi Petral
Berita

CSS Harus Bertanggung Jawab Atas Dugaan Korupsi Petral

Pakar hukum perbankan dari Universitas Gajah Mada, Surach Winarni mengatakan perbuatan Credit Suisse Singapura yang mencairkan deposito milik Petral.

CR
Bacaan 2 Menit
CSS Harus Bertanggung Jawab Atas Dugaan Korupsi Petral
Hukumonline

   

 

Sebelumnya JPU mendakwa perbuatan Zainul Arifin, Vice President Finance and Administration Petral merupakan perbuatan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana di Singapura berdasarkan korespondensi antara Jaksa Agung dengan Kedubes RI di Singapura.

   

Menurut JPU, Jaksa Agung cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada 26 Desember 2005 telah mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri yang ditembuskan kepada Duta Besar RI di Singapura perihal permohonan keterangan perkara tindak pidana korupsi pada Petral di Singapura. Pada surat tersebut, JPU Ranu Mihardja mengatakan, Jaksa Agung menanyakan apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa sesuai dengan kasus posisi yang diuraikan, juga merupakan suatu perbuatan yang dapat dihukum di Singapura.

   

Surat tersebut dijawab oleh Kedutaan Besar RI di Singapura tanggal 14 Januari 2006 yang menyatakan secara tegas dan jelas bahwa berdasarkan Code Penal (KUHP) Singapura, perbuatan terdakwa termasuk perbuatan yang dapat dihukum berdasarkan cp Singapura dan dalam Mahkamah Rendah Singapura kasus serupa didokumentasikan dengan title obtaining credit atau loans by false.

   

Namun, Rudy berpendapat pernyataan dari Dubes RI di Singapura belumlah cukup untuk menyatakan suatu kasus dapat dipidana di Singapura atau tidak. Ia menyatakan yang berwenang menyatakan hal tersebut secara obyektif seharusnya adalah Mahkamah Agung Singapura.

   

Rudy juga mengatakan kasus pemalsuan tandatangan terdakwa yang telah dilaporkan kepada kepolisian Singapura seharusnya diselesaikan dahulu sebelum kasus dugaan korupsi Petral disidangkan di Indonesia. Terdakwa dalam dakwaan primer dijerat pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi karena secara melawan hukum telah memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

   

Sedangkan dalam dakwaan subsider, ia dijerat pasal 3 UU yang sama karena penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Akibat perbuatan terdakwa, JPU menyatakan Presiden ACEASIA Deddy Budhiman Garna telah diperkaya sejumlah 8 juta dolar AS atau setara Rp70 miliar. Sedangkan CSS telah diperkaya sejumlah 251 ribu dolar AS. Majelis hakim yang diketuai Agus Subroto menunda sidang hingga Senin, 24 Juli 2006 dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Sebab, Credit Suisse (CSS) pula yang kemudian mentransfernya ke rekening milik Aceasia Commercial Enterprise (ACEASIA) senilai US$8,25 juta. Kuat dugaan dalam kasus ini terjadi pemalsuan dokumen. Zaenul Arifin, seorang petinggi Petral, menjadi terdakwa dalam kasus ini.

 

"Kalau bank mencairkan deposito tanpa meneliti terlebih dahulu dokumen tersebut, maka oknum bank yang melakukan perbuatan itu bisa dikenakan tindak pidana melawan hukum perbankan," kata Surach Winarni, saksi ahli yang meringankan (a de charge) di Jakarta, (18/7).

 

Ia juga mengatakan, sesuai UU Perbankan pihak bank juga harus turut bertanggungjawab apabila terjadi transaksi yang dilakukan oleh seseorang yang sebenarnya bukan pihak yang berwenang yang telah ditunjuk oleh seorang nasabah.

  

Sementara itu saksi a de charge kedua Rudy Satrio, ahli hukum pidana dari Univeritas Indonesia yang dihadirkan oleh penasehat hukum terdakwa menerangkan asas nasionalitet aktif dalam pasal 5 ayat (1) ke-2 KUHP harus memenuhi kedua unsur tindak pidana di Indonesia dan tindak pidana di negara tempat terdakwa melakukan perbuatan. "Asas nasionalitet aktif itu harus memenuhi unsur bahwa perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana di Indonesia dan juga merupakan tindak pidana di negara tempat terdakwa melakukan perbuatannya. Harus kedua-duanya yang dipenuhi, tidak bisa hanya merupakan tindak pidana di Indonesia atau di negara yang bersangkutan saja," tuturnya.

 

Pasal 5 KUHP

 

ayat (1) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi wagra negara yang di luar Indonesia melakukan;

ke-1: Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451.

ke-2: Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.

 

Halaman Selanjutnya:
Tags: