Cerita Otto Hasibuan Soal Sejarah Peradi Hingga Munas Makassar
Pojok PERADI

Cerita Otto Hasibuan Soal Sejarah Peradi Hingga Munas Makassar

Otto menyarankan agar diadakan Munas kembali untuk menyatukan ketiga kubu Peradi.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

“Apa di Anggaran Dasar Peradi 2005 diatur munas lanjutan?” tanya Patra.

 

“Yang ada di sana Munas, kata-katanya bukan lanjutan. Munas lanjutan de facto, kalau ditunda ya dilanjutkan,” jawab Otto. Ia menuturkan Munas lanjutan secara redaksional tidak dituliskan dalam Anggaran Dasar, tetapi ada perubahan di dalam Anggaran Rumah Tangga apabila suatu hal tidak bisa dilanjutkan, maka DPN Peradi diberi kewenangan menggelar Munas selanjutnya.

 

Kericuhan Munas Makassar

Setelah masa jabatan Otto berakhir pada 2015 digelar Munas yang rencananya pada 27-28 Maret 2015 di Makassar dengan Ketua Panitia Hermansyah Dulaini dan sekretarisnya Wismoko serta pelaksana daerah sekaligus Ketua DPC Makassar Jamil Misbah. Otto diketahui menjabat sebagai Ketua Umum Peradi dalam dua periode yaitu pada 2005-2010 dan 2010-2015.

 

Seremonial Munas sendiri dilakukan pada 26 Maret yang dihadiri para pejabat baik daerah maupun pusat berjalan dengan baik. Kemudian pada pagi harinya sekitar pukul 08.15 waktu setempat, ia didatangi Achiel Suyanto yang meminta agar tidak keluar ruangan lebih dulu karena keadaan di lokasi Munas terlihat ricuh.

 

“Banyak yang nuntut masuk walaupun bukan peserta Munas, mereka berteriak one man one vote, mereka minta semua advokat masuk. Kita minta bantuan kepolisian, minta dijelaskan, sampai jam 9 tidak reda juga. Dari jam 7 sudah ribut, saya dilarang turun, saya bilang tidak bisa saya ketua umum harus tanggung jawab,” jelasnya.

 

Apa yang dikatakan Achiel, menurut Otto memang terjadi. Ia melihat adanya saling berebut kartu pengenal dan juga ada sekelompok orang memakai ikat kepala bertuliskan one man one vote. Otto pun naik ke mimbar dan mencoba berunding dengan meminta para pengunjung yang tidak memiliki hak suara dan bukan merupakan peninjau agar meninggalkan ruangan.

 

Akhirnya, ia memutuskan untuk menunda Munas hingga pukul 14.00. Selain bantuan kepolisian, panitia Munas juga meminta bantuan dari TNI, sebab ketika itu ada isu akan terjadi penyerangan. Setelah jam 14.00 ternyata menurut Otto situasi belum juga berubah, sehingga Munas kembali ditunda hingga pukul 20.00.

 

Upaya negosiasi, menurut Otto, sempat dilakukan panitia untuk menenangkan massa, tetapi menemui jalan buntu. Salah seorang anggota TNI menyarankan kepadanya agar Munas ditunda untuk menghindari pertumpahan darah. Sebelumnya, pada pagi harinya Kapolrestabes Makassar kala itu juga mengaku tidak bisa mengendalikan massa.

Tags:

Berita Terkait