Cerita Monopoli di Balik Sukses Bisnis Grup 21 Cineplex
Fokus

Cerita Monopoli di Balik Sukses Bisnis Grup 21 Cineplex

Praktek monopoli ternyata tidak hanya terjadi dalam industri "serius" saja. Industri hiburan pun tak lepas dari ancaman praktek monopoli. Hasil penelitian Monopoly Watch, 21 Cineplex Group terindikasi telah melakukan monopoli perbioskopan Indonesia.

Ari/Amr/APr
Bacaan 2 Menit

Tidak ada keluhan

Berbeda halnya dengan data-data dan penelitian yang dilakukan oleh Monopoly Watch, Ketua Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan bahwa selama dirinya menjabat sebagai ketua GPBSI, belum pernah ada pengusaha bioskop di luar Grup 21 Cineplex yang mengeluh tentang monopoli bioskop oleh Grup 21 Cineplex.

"Kalau keluhan sih relatif nggak ada keluhan. Karena ini permasalahannya kan sangat kompleks. Jadi saya memang tidak bisa mengatakan ada keluhan. Karena kalau keluhan itu kan bisa dikatakan secara kasus. Yang ngeluh itu paling-paling yang mengajukan itu ke Monopoly Watch, itu saja mungkin," ujar Djonny kepada hukumonline.

Menurut Djonny, permasalahan yang terjadi biasanya berkaitan dengan produser film yang beredar karena jumlah copy film yang terbatas. Akibatnya, tidak bisa disebarkan merata ke seluruh bioskop secara bersamaan.

Hingga pada akhirnya, produser mengambil kebijakan untuk memutar di bioskop-bioskop yang mematok harga tanda masuk lebih besar terlebih dulu. Djonny juga mengatakan bahwa pemilik bioskop di Indonesia ini mencapai angka 300 pemilik bioskop dan pemilikannya cukup merata.

Terhadap laporan adanya indikasi yang diajukan oleh Monopoly Watch kepada KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), Djony mengatakan pada dasarnya ada tiga hal yang dipermasalahkan oleh Monopoly Watch. Yaitu mengenai kepemilikan bioskop, kepemilikan importir sebagai orang yang akan menjual filmnya ke bioskop, dan sistem jaringan distribusi. Sayangnya, Djonny enggan berkomentar lebih jauh perihal tersebut.

Djonny sendiri sebelumnya mengaku memiliki dua buah bioskop di luar jaringan Grup 21 Cineplex. Namun, bioskop miliknya yang merupakan bioskop kelas menengah ke bawah tersebut akhirnya mati. Bukan karena adanya monopoli Grup 21 Cineplex, melainkan memang dikarenakan pasar bioskop yang sepi.

Hal senada juga dikemukakan oleh Ketua Asosiasi Importir Film, Zaenal Abidin. Dirinya mengaku tidak habis mengerti mengapa usaha Grup 21 Cineplex dikatakan telah melaukan monopoli. Padahal faktanya, masih banyak para importir film yang berada di luar Grup 21 Cineplex.

Tunggu 10 hari

Sementara itu, Monopoly Watch telah melaporkan perihal dugaan adanya praktek monopoli dalam hal perbioskopan kepada KPPU pada 5 Juli lalu. Laporan tersebut diterima oleh Ketua KPPU, Syamsul Maarif.

Menanggapi hal tersebut, Syamsul mengatakan bahwa pihaknya akan mempelajari laporan yang diberikan oleh Monopoly Watch. "Kami sudah terima pengaduan dari Monopoly Watch. Dan sesuai dengan ketentuan, kami akan pelajari dalam waktu 10 hari ini, apakah laporannya sudah cukup untuk diangkat menjadi masuk kepada pemeriksaan atau tidak," ujar Syamsul kepada hukumonline.

Syamsul menjelaskan bahwa terhadap setiap laporan yang masuk ke KPPU, terdapat dua jalan yang ditempuh. Yaitu setiap laporan, biasanya diteliti apakah sudah lengkap atau belum. Setelah itu akan dilihat apakah apakah peraturannya jelas, apakah telah ada yurisprudensi untuk kasus yang serupa atau belum, dan juga dilihat pada  dalam UU Persaingan Usaha.

Jika laporan yang disampaikan belum jelas, para investigator KPPU memanggil kembali pelapor untuk memberikan tambahan-tambahan penjelasan dalam bentuk permintaan klarifikasi maupun dalam bentuk dokumen. Semua itu akan dilakukan dalam waktu 10 hari setelah diterimanya laporan.

Dalam laporan yang diberikan oleh Monopoly Watch, berdasarkan data-data yang dihimpun memang tampaknya Grup 21 Cineplex telah melakukan monopoli perbioskopan. Namun, Syamsul mengingatkan bahwa tidak setiap monopoli bisa menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.

"Harus dilihat dulu apakah monopoli itu melanggar atau tidak. Kan intinya begitu. Karena kegiatan usaha yang monopoli kan tidak selalu melanggar. Jadi tidak serta merta mereka yang melakukan monopoli itu bisa dikatakan melanggar," ungkap Syamsul.

Ia menjelaskan bahwa Grup Cineplex 21 baru bisa dikatakan melanggar UU kalau kemudian menimbulkan praktek persaingan usaha tidak sehat. Dengan kata lain, kalau monopolinya itu disalahgunakan untuk menghambat pesaingnya. Kalau tidak menghambat pesaingnya, ya silakan jalan terus.

Tags: