Cerita Jaksa Agung Membentuk Satgas 53
Terbaru

Cerita Jaksa Agung Membentuk Satgas 53

Sempat ragu dengan jaksa-jaksa di bawah dalam menerapkan restorative justice. Karenanya dibentuk Satgas 53 untuk memperkuat fungsi pengawasan internal.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) periode 2011-2014 itu berpendapat bila sebelumnya penerapan restorative justice melalui proses putusan pengadilan, tapi oleh kejaksaan bisa diselesaikan di tahap penuntutan. Bagi jaksa-jaksa nakal, kata Burhanudin, menjadi celah tawar-menawar dengan pihak berpekara.

“Bagi jaksa-jaksa nakal ini sangat ranum. Tapi alhamdulillah saat ini tidak ada yang melakukan itu (tawar-menawar, red). Tapi kalau ada yang melakukan, saya tidak akan pandang bulu, saya akan tindak tegas,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan jaksa-jaksa nakal yang terdapat di tubuh korps adhyaksa semestinya tak hanya diganjar sanksi mutasi, tapi ditarik ke ranah pidana agar terdapat efek jera. Hal ini menjadi contoh bagi jaksa lainnya agak tak main-main dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum.

Johan menunjuk lembaga tetangga Kejaksaan. Menurutnya, Polri sebagai institusi penegak hukum sedang segalak-galaknya memproses anggotanya yang kedapatan melakukan pelanggaran etik dan tindak pidana. Tak tanggung-tanggung, jenderal bintang satu dan dua pun diproses secara hukum pidana.

“Kejaksaan ini saya belum lihat, apakah karena jaksa-jaksa level bintang dua dan melati tiga, Kajati dan Kajari sudah baik semua. Sehingga apa yang dilakukan Jaksa Agung berimbang dukungan publik pada Kejaksaan Agung menjadi sangat tinggi, 75 persen,” ujar Juru Bicara KPK periode 2006-2014 itu.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menyayangkan Kejaksaan Agung terlihat bagus dalam penanganan tindak pidana korupsi. Namun, di level Kejaksaan Tinggi (Kejati) terlihat adem tanpa adanya tindakan represif dalam penanganan tindak pidana korupsi di daerah. Menurutnya, bila dibandingkan dengan KPK, KPK masih melakukan tindakan tegas terhadap kepala daerah yang melakukan tindak pidana korupsi.

“Apakah mereka sungkan pada Bupati atau Gubernurnya, atau saya tidak tahu apakah karena bupati gubernurnya sudah baik-baik semua? KPK menangkap Gubernur, Bupati, tapi saya jarang melihat Kejati menangkap bupati atau gubernur,” sindirnya.

Tags:

Berita Terkait