Cerita di Balik Putusan Judicial Review dan Kelemahan PERMA No. 1 Tahun 2004
Pilkada Banten

Cerita di Balik Putusan Judicial Review dan Kelemahan PERMA No. 1 Tahun 2004

Nyatanya pengajuan permohonan uji materiil dalam Pilkada Banten membuka kelemahan yang ada dalam PERMA No. 1 Tahun 2004, dari soal tenggang waktu sampai pelaksanaan putusan.

Aru
Bacaan 2 Menit

 

Nyatanya, setelah dilakukan kajian, persoalan tenggang waktu gugatan KTUN dengan pengajuan HUM ini menurut Paulus sama sekali berbeda. Sesuai dengan sifat KTUN, KTUN itu bersifat individual, final, dan konkrit sehingga perlu diatur tenggangwaktu untuk kepastian hukum. Hal ini berbeda dengan permohonan HUM yang lebih bersifat mengatur untuk umum.    

 

Dan diakui Paulus, permasalahan tenggang waktu ini sebenarnya pernah mencuat di MA. Dan dulu MA selalu menyatakan menolak atau NO (Niet Onvankelijk Verklaard). MA saat itu dikatakan Paulus belum berpikir jauh, adanya pembatasan dikhawatirkan akan menimbulkan tidak dapat diujinya suatu peraturan yang pada hakekatnya bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum (Publiek Orde) hanya dengan alasan sudah lewat tenggang waktu. Hal ini juga menjadi pertimbangan Majelis dalam putusan HUM PP Pilkada.

 

Hal menarik lainnya dibalik putusan HUM ini adalah pendapat Ketua MA Bagir Manan. Menurut Paulus, sebagai ahli Hukum Tata Negara Bagir memberikan pendapat yang cukup bagus. Sependapat dengan Paulus, Bagir memandang bertentangannya suatu peraturan dengan peraturan yang lebih tinggi, mungkin baru dirasakan kemudian (lewat tenggang waktu, red), bukan pada saat keluar.

 

Misalnya saja pada waktu pemerintahan Soeharto, di zaman itu banyak keluar PP tentang etnis China, ada larangan budaya, memakai nama dan perayaan hari besar. Ketika UU Kewarganegaraan yang melarang diskriminasi lahir, PP tersebut nyatanya sampai detik ini masih hidup.

 

Terobosan Hukum

Sementara, Martinus ketika dihubungi Senin (4/12), menyadari bahwa merujuk PERMA HUM, pihaknya telah melewati batas waktu. Namun Martinus berkeyakinan bahwa MA harus membuat terobosan hukum untuk menerima permohonan yang ia ajukan. Paling tidak ada tiga alasan mengapa MA harus menerima permohonan pihaknya.

 

Pertama, pasangan Djuwaeli-Daniri baru mempunyai legal standing ketika dirinya dinyatakan sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur oleh KPUD Banten. Kedua, sengketa Pilkada Kota Depok antara Badrul Kamal dan Nurmahmudi Ismail.

 

Dalam sengketa Pilkada Depok, MA menerima upaya hukum luarbiasa pihak Nurmahmudi meski UU menyatakan putusan Pengadilan Tinggi atau MA tentang sengketa Pilkada bersifat final and binding. Itu UU diterobos, apalagi ini cuma Peraturan, urai Martinus.

Tags: