Cegah Fraud dalam Program JKN, Ini Rekomendasi KPK
Berita

Cegah Fraud dalam Program JKN, Ini Rekomendasi KPK

Kementerian Kesehatan perlu menerbitkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang memuat penanganan berbagai penyakit.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

(Baca juga: 4 Catatan Kementerian Kesehatan Terhadap JKN)

 

Kedua, terkait pengelolaan dana kapitasi harus didorong pembayaran kapitasi berbasis kinerja. Mencegah perpindahan PBI ke faskes swasta. Dinas kesehatan perlu aktif melakukan pengawasan misalnya melakukan pemotongan kapitasi.

 

Ketiga, mengenai tata kelola obat JKN, KPK merekomendasikan semua daftar obat yang tercantum dalam formularium nasional (fornas) ditampilkan dalam e-catalogue obat, fungsinya sebagai kendali mutu dan harga. Proses tayang e-catalogue oleh LKPP layaknya dilakukan pada awal tahun. Fasilitas kesehatan (faskes) swasta perlu diberi kewenangan untuk mengakses e-catalogue. Perbaikan proses penyusunan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) oleh Kementerian Kesehatan. Penerapan sanksi kepada faskes yang tidak menyampaikan RKO dan Industri Farmasi yang tidak memenuhi komitmen.

 

Keempat, untuk menangani fraud perlu dibentuk satgas penanganan fraud. Satuan tugas inilah yang menyusun pedoman penanganan fraud JKN, dan memulai penindakan fraud untuk memberikan efek jera.

 

(Baca juga: ICW Temukan Banyak Kecurangan JKN di Rumah Sakit)

 

Sebelumnya, anggota DJSN, Zaenal Abidin, mengingatkan pentingnya PNPK untuk semua kasus kesehatan terutama yang manfaatnya dijamin program JKN. Pedoman itu kemudian harus ditindaklanjuti faskes untuk membuat standar operasional prosedur (SOP) yang isinya memuat berbagai hal termasuk clinical pathway. Sayangnya sampai saat ini masih sedikit jenis penyakit yang tercantum dalam PNPK.

 

“Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah menyelesaikan sedikitnya panduan untuk 50 penyakit (untuk dimasukan dalam PNPK,-red), tapi Kementerian Kesehatan belum menindaklanjuti,” urai mantan Ketua Umum PB IDI itu.

 

Zaenal mengatakan PNPK menjadi acuan bagi faskes untuk membentuk SOP guna melayani pasien. Menurutnya organisasi profesi seperti IDI sudah membantu pemerintah untuk melengkapi PNPK, tugas Kementerian Kesehatan selanjutnya yakni mengesahkannya dalam PNPK. “Bagaimana kita mau menyebut seseorang melakukan fraud kalau standarnya tidak ada?” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait