Catatan Kritis atas Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme
Berita

Catatan Kritis atas Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

Substansinya dinilai bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan HAM. Kebijakan ini seharusnya diatur lewat UU Perbantuan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Al juga menyoroti terkait pendanaan, yang bersumber dari APBN, APBD, dan atau pendanaan lain. Padahal jelas UU No.34 Tahun 2004 dan UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebut anggaran TNI berasal dari APBN. Menurutnya, fungsi penindakan sebagaimana diatur dalam rancangan Perpres bertentangan dengan UU No.34 Tahun 2004 dan UU No.5 Tahun 2018.

 

“Rancangan Perpres ini mengasumsikan penanganan terorisme di Indonesia dilakukan dengan cara perang (war model), bukan sistem peradilan pidana,” kritiknya.

 

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani melihat substansi rancangan Perpres sama seperti substansi yang sempat mau dimasukan sejumlah pihak dalam proses pembahasan UU No.5 Tahun 2018 di DPR. Bahkan ketika RUU itu dibahas ada yang mengusulkan judulnya diubah. Arsul mengakui ada sejumlah pihak yang mengusulkan substansi tersebut antara lain anggota DPR yang berlatarbelakang TNI. Hal ini yang menyebabkan pembahasan UU No.5 Tahun 2018 di DPR molor sampai 18 bulan.

 

Menurut Asrul, Perpres itu seharusnya mengatur praktik perbantuan TNI yang sudah berjalan selama ini seperti operasi Tinombala. Operasi Polri dan TNI dalam memberantas terorisme itu tergolong berhasil. Pelibatan TNI harus berbasis skala ancaman, bukan peristiwa. Walaupun pemerintah telah menyerahkan draft ini ke DPR, Asrul mengatakan masih terbuka peluang luas bagi masyarakat untuk memberi masukan.

 

“Masyarakat silakan memberikan masukan terhadap rancangan Perpres ini, DPR akan mulai sidang lagi setelah lebaran” katanya.  

Tags:

Berita Terkait