Regulasi Jangan Hambat Bantuan Daerah
Persoalan lain yang jadi perhatian terkait dengan kebijakan keuangan daerah. Aziz mengungkapkan Perppu 1/2020 satu sisi memberikan keleluasaan bagi pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), perubahan alokasi, dan penggunaan APBD.
Namun, sisi lain pemberian delegasi terlebih dahulu dalam pembentukan Peraturan Menteri Dalam Negeri soal relaksasi kebijakan keuangan daerah justru akan menghambat pemda dalam mengambil kebijakan cepat dalam mengimplementasi relaksasi kebijakan keuangan daerah menanggulangi Covid-19 dan situasi perekonomian di daerah.
Menurutnya, semestinya Perppu memberikan kewenangan kepada pemda langsung mengambil kebijakan tersebut dengan tetap di bawah pengawasan Kemendagri dan memenuhi peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara dan daerah.
Dalam hal ketentuan pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional, pemerintah seharusnya juga mengatur mengenai keterlibatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), selain tentunya BUMN, dalam rangka pemulihan tadi dimana Daerah dapat memberikan penyertaan modal daerah dan penugasan kepada BUMD, mengingat diantara sektor ekonomi BUMD ada yang menyangkut hajat hidup masyarakat seperti pertanian, pangan, air minum dan perpasaran.
Dari sisi kebijakan perpajakan bagi pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, penyelenggara luar perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce sudah tepat dalam rangka menegakan hukum perpajakan bagi mereka yang bertransaksi dengan konsumen Indonesia termasuk sanksi pemutusan akses.
Namun demikian, Aziz menyatakan pemutusan akses tanpa prosedur yang jelas malah merugikan konsumen lokal yang bertransaksi dengan pelaku e-commerce luar negeri. Hal ini akan menyulitkan akses konsumen manakala terdapat tuntutan kepada pelaku e-commerce luar negeri yang wanprestasi dan konsumen berhadapan dengan pilihan hukum dan forum yang ada di luar negeri.
Kemudian, dia juga mengomentari pelindungan yang diberikan pada pejabat pengambil dan pelaksana kebijakan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 27 ayat (2) haruslah dipahami sebagai koridor dan batasan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Menurutnya, frase "iktikad baik" adalah standar dalam perumusan kebijakan publik sehingga apabila ada dugaan penyalahgunaan kewenangan dan benturan kepentingan dalam pengambilan serta pelaksanaan kebijakan publik berarti perlu tetap dimungkinkan adanya penuntutan pidana atau perdata.