Catatan 3 Pimpinan Peradi Terhadap Putusan MK Terkait Syarat Usia Capres-Cawapres
Utama

Catatan 3 Pimpinan Peradi Terhadap Putusan MK Terkait Syarat Usia Capres-Cawapres

Pembentukan dan/atau perubahan Peraturan KPU harus didasarkan pada UU Pemilu, bukan berdasarkan putusan MK.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Jika KPU mengubah peraturan mengenai persyaratan capres-cawapres tanpa melalui prosedur konsultasi sesuai dengan Pasal 75 UU 7/2017 dengan argumen menyelaraskan norma dengan putusan MK, Imam berpendapat tindakan KPU tersebut dapat dinilai sebagai sebuah pengingkaran kepada UU serta melangkahi DPR dan pemerintah. Berakhirnya polemik ini dinilai memberikan sebuah impresi negatif dan bahkan mendegradasi maruah dan kewibawaan UUD 1945 dan MK.

“Putusan ini juga memberikan sebuah lapor merah dalam penegakan Rule of Law di Indonesia, serta berpotensi mengacaukan ketertiban hukum yang dibangun dengan perjuangan semangat reformasi,” ujar Imam.

Terpisah, Sekjen DPN Peradi pimpinan Prof Otto Hasibuan, Hermansyah Dulaimi, mengatakan organisasinya tidak menerbitkan pernyataan atau sikap resmi atas putusan MK dalam perkara 90/PUU-XXI/2023. Tapi secara pribadi, Hermansyah berpendapat putusan tersebut cacat prosedur.

Dia beralasan, Ketua MK sekaligus hakim konstitusi Anwar Usman ikut memutus perkara. Sebagaimana diketahui Anwar Usman adalah paman Gibran Rakabuming Raka yang notabene berkepentingan untuk dapat mencalonkan diri sebagai cawapres. “Menurut etika dan moral seharusnya ketua MK mengundurkan diri dari proses memeriksa perkara permohonan pengujian materil itu,” imbuhnya.

Apalagi putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga putusan itu harus diterima semua pihak. Hermansyah menilai putusan 90/PUU-XXI/2023  mengakibatkan hilangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap MK. Sebab selama ini MK dijadikan garda terdepan sebagai penjaga konstitusi.

Sementara Sekjen DPN Peradi Suara Advokat Indonesia (SAI), Patra M Zen melihat putusan 90/PUU-XXI/2023 menuai kontroversi publik karena dianggap hendak meloloskan anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka agar dapat maju sebagai kandidat capres-cawapres Pemilu 2024.

Putusan tersebut membuka peluang bagi capres-cawapres yang belum genap 40 tahun untuk bisa maju sebagai kandidat pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) dengan syarat pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pemilihan kepala daerah. Alhasil, Gibran pun masuk kategori dalam putusan 90/PUU-XXI/2023, karena berusia 36 tahun dan saat ini menjabat kepala daerah di Solo.

Tapi persoalan usia minimum menjadi capres tak hanya terjadi di Indonesia. Patra mencatat aturan serupa juga terdapat dalam konstitusi Amerika Serikat (AS), tapi dirumuskan oleh wakil rakyat dalam debat terbuka. Dengan begitu, aturan tersebut tidaklah mudah ditafsirkan berdasarkan kepentingan politik sesaat.

Dalam konstitusi AS, diatur tegas persyaratan minimum usia untuk perwakilan federal. Minimum 25 tahun untuk Dewan Perwakilan Rakyat, 30 tahun untuk senat, dan 35 tahun minimum usia untuk jabatan presiden. “Kalau di AS, umur Gibran memang sudah memenuhi persyaratan umur untuk menjadi Presiden. Urusan dipilih atau tidak, itu urusan lain” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait