Cara Hukum Menyidangkan Setya Novanto di MKD
Utama

Cara Hukum Menyidangkan Setya Novanto di MKD

Rencana rapat konsultasi antara MKD dengan fraksi-fraksi di DPR kerap tak terlaksana.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD DPR. Pasal itu menyebutkan bahwa perkara tanpa pengaduan merupakan pelanggaran yang dilakukan anggota seperti ketidakhadiran dalam rapat DPR, yakni rapat paripurna 40 persen dari jumlah rapat paripurna pada satu masa sidang tanpa keterangan sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi. Tidak menghadiri rapat alat kelengkapan DPR 40 persen dari jumlah rapat alat kelengkapan pada satu masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi.

 

Kemudian melakukan pelanggaran terhadap UU yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD dan DPRD serta peraturan DPR mengenai tata tertib dan kode etik yang menjadi perhatian publik. Lalu, tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Dan terakhir, terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan telah memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

 

Terkait putusan inkracht ini memang menjadi alasan bagi sebagian pihak bahwa MKD belum bisa menyidangkan persoalan yang menimpa Setya Novanto. Ia menilai, pihak-pihak tersebut tidak membaca utuh UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3. Pasal 236 UU MD3 menyebutkan sejumlah larangan bagi anggota DPR. Salah satunya adalah larangan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.

 

Sejalan dengan itu, ada kewajiban yang harus dilakukan anggota DPR, sesuai Pasal 81 UU MD3. Salah satunya menaati tata tertib dan kode etik. “Jadi ada larangan ada kewajiban. Nah kewajiban itu salah satunya adalah menjalankan kode etik, menaati hukum. Nah dua hal itu saja, menurut saya Setya Novanto sudah bisa kena (sidang MKD),” katanya.

 

Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum menerima surat dari Setya Novanto. Atas dasar itu, ia enggan berkomentar banyak mengenai hal ini. Ia mengatakan, rencana rapat konsultasi antara MKD dengan fraksi-fraksi di DPR kerap tak terlaksana. Rapat konsultasi memang sempat mundur dari waktu yang diagendakan, hingga akhirnya ditunda. Alasannya karena beberapa fraksi tidak dapat menghadiri acara tersebut.

 

“Kami maunya komplet agar ada pandangan komplet,” ujar anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra itu.

 

Baca juga:

Nasib Setnov di Parlemen, di Ujung Tanduk

Setnov Bersedia Tanda Tangani Berita Acara Pencabutan Pembantaran

Diduga Buron, KPK Minta Setya Novanto Serahkan Diri

 

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius berpendapat keinginan Setya Novanto agar tidak diganti dari kursi Ketua DPR merupakan permintaan yang tidak patut dipertimbangkan. Sebab permintaan tersebut tidak relevan dengan eksistensi DPR sebagai lembaga tinggi negara yang notabene menjadi pusat mandat rakyat.

 

Ia menilai, permintaan Setya Novanto mestinya tidak mempengaruhi proses yang sedang berlangsung di DPR maupun MKD. Lucius berharap MKD tetap berjalan dengan melakukan proses sidang etik sesegera mungkin, tanpa terpengaruh dengan surat Setya Novanto. Sebaliknya bila MKD menerima permintaan Setnov, maka citra DPR bakal makin terperosok ke jurang hitam.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait