'Can Do Attitude', Kiat Mendasar In-House Lawyer Sebagai Added Value Bagi Perusahaan
Kolom

'Can Do Attitude', Kiat Mendasar In-House Lawyer Sebagai Added Value Bagi Perusahaan

Dari peristiwa ini, seorang in-house counsel bukan hanya legal advisor, tapi juga trusted advisor for business. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki in house lawyer harus proaktif mencari solusi dalam setiap permasalahan di perusahaan.

Bacaan 4 Menit

Are you out of your mind!” Kaget saya atasan saya berkata itu. Dia bilang apakah saya tidak sadar bahwa demo konsumen atas outlet kita di negara-negara lain itu semua terjadi di akhir pekan. Dia juga bertanya apakah saya sudah koordinasi dengan tim yang bertanggung jawab atas outlet untuk mengantisipasi demo?.   

Terus terang saya bingung karena tugas saya adalah in-house lawyer. Apalagi yang bisa saya lakukan selain memberikan legal advise. Lalu, dia balik menguji nalar saya. “Reza, kamu pikir teman-teman sales yang bertanggung jawab atas outlet itu lebih tahu daripada kamu untuk mengatasi unjuk rasa konsumen? Coba kamu pikir sekarang siapa yang akan menjaga outlet itu? Polisi? Lalu siapa yang akan kontak polisi?”.

Sontak saya duduk kembali di bangku saya, dan laptop saya keluarkan lagi dari tas saya.  Polos dan sangat polos saya bertanya ke atasan saya. “Lalu apa yang harus saya lakukan Pak”. Dia pun menjawab, “Well, you are not only an experienced lawyer, tapi juga profesional berpengalaman, itulah kenapa kamu di-hire. Coba kamu pikirkan apa yang harus kamu lakukan, and get back to me”.

Saya pun merenung. Lalu saya teringat, pesan atasan saya ini dahulu. Jika saya ingin sukses di perusahaan ini saya harus menganggap bahwa ini semua adalah milik saya sendiri dan melakukan sebisa mungkin untuk menjaganya. Saya bayangkan jika outlet ini adalah milik saya pribadi. Asset saya, harta benda saya, singkatnya dagangan mata pencaharian saya.

Seakan seperti kilat menyambar memberikan ide. Saya langsung mengajak tim sales terkait di Jakarta dan Surabaya untuk conference call untuk mendata outlet perusahaan kami. Termasuk data traffic customer di weekend baik di outlet maupun mall dimana outlet itu berada. Kemudian saya meminta sejumlah SPG yang berada di outlet pada saat weekend. Setelah meeting saya mengkontak teman saya dari law firm meminta bantuan untuk berkoordinasi dengan aparat untuk meminta dukungan pengamanan. Saya pun mengajukan usulan kepada atasan saya agar ada piket standby dari manajemen. Atasan saya standby di Jakarta, dan saya standby kalau harus ke Surabaya.

Jumat malam itu saya pulang cukup larut dan kembali ke rumah berharap semua berjalan lancar. As expected, Sabtu pagi saya menerima telepon bahwa muncul ancaman terhadap outlet di Surabaya. Sesuai skenario saya berangkat ke Surabaya. Go-show membeli tiket yang available di Bandara Soekarno Hatta. Setibanya di Surabaya saya langsung bergegas ke pusat perbelanjaan dimana outlet kami berada. Berkoordinasi dengan area sales manager di Surabaya, lawyer kami di Surabaya, pengelola mall, dan tentunya aparat.  Segala skenario kami koordinasikan dan sepakati. Mulai dari strategi menghadapi massa, hingga pengamanan personil dan produk jika terjadi bentrokan fisik.

Sampai hari minggu saya standby di Surabaya dan terus berkoordinasi dengan Jakarta. Alhamdulillah, tidak terjadi unjuk rasa atau bentrokan fisik seperti yang dikhawatirkan. Ada 1-2 konsumen yang datang mengajukan pertanyaan mengenai isu ini, namun dapat di-handle dengan baik. Akhirnya saya kembali ke Jakarta minggu sorenya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait