BRTI Tunggu Putusan Kartel SMS Inkracht
Berita

BRTI Tunggu Putusan Kartel SMS Inkracht

Pemerintah tidak akan menentukan range batas bawah maupun batas atas tarif SMS pascaputusan KPPU. Alasannya hal itu tergantung pada mekanisme pasar.

M-4/Sut
Bacaan 2 Menit

Sumber: Teligen

Mengenai kerugian konsumen sebesar Rp2,8 trilyun yang disampaikan KPPU dalam putusannya, Basuki nampaknya juga belum mau mengambil keputusan. "Kerugian konsumen dikaji dulu. Posisi BRTI tidak untuk menjustifikasi angka itu benar atau salah," imbuhnya.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dan telekomunikasi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) M Udin Silalahi menilai putusan KPPU sudah tepat. "Kalau memang mereka (operator telekomunikasi, red) melakukan kartel, itu memang harus dihukum," tegasnya, Senin (23/6).

Menurutnya, kasus ini timbul lantaran pemerintah belum mengeluarkan aturan soal interkoneksi tarif SMS. "Para operator itu tidak paham betul, karena belum ada peraturannya," ujar Udin. Dia menyarankan pemerintah segera mengatur masalah tersebut. "Nggak perlu menunggu sampai putusannya inkracht. Kalau menunggu inkracht harus menunggu beberapa waktu lagi. Di semua negara (interkoneksi) juga diatur," terangnya menanggapi pernyataan Basuki yang baru akan bertindak setelah putusan KPPU ini bekekuatan hukum tetap.

Sekedar mengingatkan, KPPU kembali mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan bagi industri telekomunikasi. Dalam putusan kartel SMS pekan lalu, KPPU menyatakan lima perusahaan telekomunikasi terbukti melanggar Pasal 5 UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Mereka adalah PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Bakrie Telecom (Btel), PT Mobile-8 Telecom Tbk (Mobile-8) dan PT Smart Telecom (Smart). Kecuali Smart, para pelaku usaha tersebut didenda KPPU dengan kisaran Rp4-25 milyar. Denda dikenakan lantaran kelimanya terbukti melakukan kartel tarif SMS antar sesama operator sehingga konsumen dirugikan Rp2,8 trilyun.

Tags: