Boediono Patahkan Klaim Syafruddin Soal Persetujuan Penghapusbukuan Hutang Petambak
Berita

Boediono Patahkan Klaim Syafruddin Soal Persetujuan Penghapusbukuan Hutang Petambak

Boediono mengaku dalam Ratas tanggal 11 Februari 2004 tidak pernah mengambil keputusan untuk dilakukan penghapusan hutang petambak sebesar Rp 2,8 triliun.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

"Saya kira memang begitu kalau seingat saya memang ada usulan write off angkanya," jawab Boediono membenarkan keterangannya.

 

Selanjutnya, dalam rapat tersebut ternyata juga tidak pernah diputuskan jika usulan penghapusbukuan itu disetujui. "Kemudian bahwa sampai akhir sidang kabinet, tidak ada kesimpulan yang dibacakan. Jadi sampai selesai (tidak ada keputusan)," kata Boediono.

 

Menurut Boediono, Syafruddin tidak pernah menjelaskan soal landasan hukum dalam usulannya tersebut. Seingatnya, Syafruddin memberikan penjelasan yang terkesan tidak ada masalah misrepresentasi dalam utang BDNI.

 

"Kesan kami, dianggap tidak ada masalah, misrepresentasi itu kami tidak mengetahui," kata Boediono.

 

Menurut jaksa, pada kenyataannya Syafruddin tetap melakukan penghapusbukuan yang hingga saat ini pun penghapusbukuan itu sudah seperti penghapustagihan, sebab hutang Sjamsul Nursalim itu belum kunjung dibayar.

 

Dalam surat dakwaan Syafruddin mengklaim ia sudah mendapat persetujuan penghapusbukuan hutang petambak sebesar Rp2,8 triliun. Pada tanggal 12 Februari 2004, Syafruddin mengirimkan Ringkasan Eksekutif BPPN tertanggal 12 Februari 2004 yang isinya hampir sama dengan dokumen Ringkasan Eksekutif BPPN tanggal 16 Januari 2004 kepada KKSK.

 

Pada pokoknya, ia selaku Ketua BPPN mengusulkan agar KKSK memutuskan antara lain penghapusan atas porsi hutang unsustainable petambak plasma + Rp. 2,8 Triliun sesuai Sidang Kabinet Terbatas pada tanggal 11 Februari 2004 dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam PP No. 17 Tahun 1999 tentang BPPN, khususnya Pasal 26 dan Pasal 53. Padahal, Ratas tanggal 11 Februari 2004 tidak pernah mengambil keputusan untuk dilakukan penghapusan.

 

Selanjutnya, pada tanggal 13 Februari 2004, dengan berpedoman pada usulan Ringkasan Eksekutif BPPN yang dibuat dan ditandatangani Syafruddin, Dorojatun Kuntjoro-jakti selaku Ketua KKSK melalui Keputusan No. KEP. 02/K.KKSK/02/2004 yang menyetujui nilai hutang masing-masing petambak plasma ditetapkan setinggi-tingginya sebesar Rp100 juta.

 

Dengan penetapan nilai hutang maksimal tersebut, maka dilakukan penghapusan atas sebagian hutang pokok secara proporsional sesuai beban hutang masing-masing petambak plasma dan penghapusan seluruh tunggakan bunga serta denda.

Tags:

Berita Terkait