BJR, Manipulasi Laporan hingga Sindiran ke Jaksa di Pledoi Para Terdakwa Jiwasraya
Berita

BJR, Manipulasi Laporan hingga Sindiran ke Jaksa di Pledoi Para Terdakwa Jiwasraya

Terdakwa juga mengungkap siapa saja pihak yang telah mengembalikan uang.

Aji Prasetyo
Bacaan 7 Menit

Dan yang cukup menarik yaitu pengakuan Hary bahwa ia dan sejumlah direksi Jiwasraya membuat laporan semu. “Saya dan Direksi yang lain hanya memiliki tekad dengan iktikad baik dengan perjuangan untuk menyehatkan Jiwasraya, tidak ada agenda lain. Sangat tidak mudah menjaga laporan keuangan untuk tetap solvent meskipun sempat dilakukan revaluasi aset di tahun 2013 karena terpaksa karena tidak ada piihan lain untuk mendadak Rp6,7 triliun harus masuk di buku. Apakah hal tersebut dikatakan semu? Betul, tetapi tidak ada pilihan lain, jika tidak Jiwasraya akan kembali bangkrut di tahun 2013,” pungkasnya.

Dan hal ini menurut Hary diketahui oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham. Menurut Hary direksi harus mengambil keputusan bisnis untuk menyelamatkan perusahaan tersebut. “Direksi kembali tertimpa tangga dan kondisi ini diketahui oleh kementerian BUMN sebagai Pemegang Saham, diperlukan diskresi Direksi atas hal ini, diperlukan langkah atau business judgment untuk menjaga  going concern Jiwasraya, jika Direksi takut akan risiko bisnis, maka apa yang akan terjadi terhadap BUMN-BUMN lain yang dalam konteks restrukturisasi?” jelasnya. (Baca: Tuntutan Maksimal Para Mantan Petinggi Jiwasraya)

Surat perintah Kementerian BUMN

Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan menyampaikan sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan kasus tersebut. Menurutnya, pada tahap penyelidikan dan penyidikan di Kejaksaan Agung, pemegang saham itu sama sekali tak dimintai keterangan. Padahal, keterangan pemegang saham tunggal di Asuransi Jiwasraya itu sangat penting untuk mengetahui peristiwa materiel yang sebenarnya dalam perkara ini.

Salah satunya, sebut Syahmirwan, terkait arahan Kementerian BUMN selaku pemegang saham kepada direksi AJS periode 2008-2018. Saat itu pemegang saham meminta agar Jiwasraya harus tetap berjalan (going concern) meski dibelit problem insolvent neraca keuangan perseroan tercatat minus Rp6,7 triliun. Kondisi insolvent itu tampak pada awal 2008 atau ketika Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo ditunjuk sebagai direksi baru.

“Namun tidak ada satu pun dari pihak pemegang saham yang diperiksa dan dimintakan keterangan dalam perkara ini dan hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada kesengajaan untuk mengabaikan dan menyembunyikan fakta tentang kebijakan pemerintah (pemegang saham) terkait kondisi insolvent PT AJS (Persero),” demikian tertulis dalam pledoi itu.

Menurut Syahmirwan, Kementerian BUMN, seharusnya dimintai keterangan terkait Laporan Keuangan serta Laporan Tahunan PT AJS pada 2018 dan 2017, serta dividen yang sudah diterima pemerintah selaku pemegang saham. Dalam nota pembelaannya, Syahmirwan juga menyebutkan kejanggalan lain yakni tidak dihadirkannya dua direksi AJS lain, De Yong Adrian selaku direktur pemasaran dan Indra Cataria Situmeang selaku direktur teknik. Padahal, dua direksi AJS periode 2008 – 2018 itu telah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Hal itu tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagaimana terdapat dalam Berkas perkara. (Baca: Hanson Internasional Pailit, Legislator Khawatirkan Nasib Nasabah Jiwasraya)

Ungkap pengembalian uang

Sementara Hendrisman Rahim, melalui penasihat hukumnya Maqdir Ismail mempertanyakan mengenai unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain dalam dakwaan primer Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor. Menurut Maqdir, kliennya didakwa memperkaya Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro melalui Joko Hartono Tirto sejumlah Rp16,8 triliun dan memperkaya dirinya sendiri sebesar Rp5,525 miliar,Hary Prasetyo dan Syahmirwan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait