Biaya Penyidikan Kasus Korupsi hanya Rp2,5 juta
Berita

Biaya Penyidikan Kasus Korupsi hanya Rp2,5 juta

Untuk mempercepat pemberantasan tindak pidana korupsi, pemerintah seharusnya menaikkan anggaran penyidikan yang hanya Rp 2,5 juta per kasus.

Lut
Bacaan 2 Menit
Biaya Penyidikan Kasus Korupsi hanya Rp2,5 juta
Hukumonline

 

Ia juga tidak kaget ketika tahu bahwa pengembalian kerugian Negara juga minim. Namun, berkaitan dengan data pengembalian kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi, Metta mengaku tidak memiliki data terbaru. Ia hanya berpatokan pada laporan Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebutkan bahwa selama tahun 2004 saja terdapat Rp 6,67 triliun yang dikelola Kejaksaan Agung belum bisa ditagih. Sementara itu pada periode 28 Mei – 1 September 2005 tercatat Rp 2,893 triliun dan berubah menjadi Rp 5,317 triliun pada 28 November 2005.

 

Dari total Rp 5,317 triliun, hanya sekitar Rp 500 juta atau kurang dari 1 persen yang berhasil dieksekusi kejaksaan berdasarkan laporan 1 September 2005. Angka itu dikoreksi kejaksaan dalam laporan per November 2005 menjadi Rp 2,7 triliun

 

Jika membandingkan angka tersebut dengan hasil catatan ICW tentu saja ada perbedaan yang sangat signifikan. Untuk periode 1996-2005, sedikitnya ada 10 kasus yang telah berkekuatan hukum tetap yang berhasil didata oleh ICW. Itu berarti ada sekitar Rp 8,896 triliun dana yang seharusnya masuk ke kas Negara. Jadi, mana yang benar? Metta hanya angkat tangan.

Metta Yanti dari Watch Terminal mengungkapkan, minimnya biaya penyidikan kejaksaan dan kepolisian dalam memberantas tindak pidana korupsi menjadi salah satu penyebab lambannya implementasi Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

 

Ia menemukan fakta bahwa dana penyidikan per kasus dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi yang diterima kejaksaan dan kepolisian hanya sekitar Rp 2,5 juta. Karena itu, Metta meminta agar pemerintah segera meningkatkan biaya penyidikan tersebut. Kalau memang ingin cepat tuntas, salah satunya anggaran itu segera dinaikkkan, ujarnya kepada Hukumonline, Selasa, 11 April 2006.

 

Angka tersebut dinilai Metta sangat tidak rasional dan tidak memungkinkan bagi kejaksaan dan kepolisian untuk mengusut dan mengejar koruptor yang sudah semakin canggih modus operandinya. Saya kasihan sama Kepala Polri dan Jaksa Agung, bagaimana bisa biaya penyidikan hanya Rp 2,5 juta per kasus. Tidak mungkin dan sangat tidak rasional, ujarnya.

 

Watch Terminal merupakan sebuah wadah informasi dan komunikasi antar organisasi pengawasan di Indonesia. Lembaga nirlaba ini juga termasuk salah satu anggota Pokja dari Sekretariat Nasional Koordinator, Monitoring dan Evaluasi (Kormonev) Pemberantas Korupsi yang berkantor di Kementerian PAN.

 

Karena itu, Metta merasa tidak kaget, jika dari 500 instansi pusat dan daerah yang menjadi pelaksana Inpres itu ternyata baru 27 instansi atau 5,4 persen yang telah melaporkan aktivitasnya sesuai dengan format Surat Edara Menpan No. 345 Tahun 2005 yang menetapkan soal format pelaporan dari instansi pelaksana Inpres No.5 Tahun 2005.

Halaman Selanjutnya:
Tags: