Besaran CSR Perusahaan Migas Tak Perlu Ditentukan
Berita

Besaran CSR Perusahaan Migas Tak Perlu Ditentukan

Masuk biaya operasional perusahaan atau bukan tak jadi masalah. Tapi kalau tak masuk biaya operasional, SKK Migas sulit mengawasi.

RSP
Bacaan 2 Menit
Besaran CSR Perusahaan Migas Tak Perlu Ditentukan
Hukumonline

Jumlah biaya tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) yang bergerak di bidang migas tidak perlu ditentukan dalam regulasi formal. Besaran biaya itu adalah keputusan moral perusahaan. Tidak perlu juga diperdebatkan apakah biaya tanggung jawab sosial itu ditempatkan sebagai biaya operasional atau bukan.

Pandangan itu disampaikan Rian B Wurjanto, Kasudin Hubungan Sosial Masyarakat SKK Migas dalam seminar ‘Optimalisasi Corporate Social Responsibility Industri Migas Ala ISO2600’ di Jakarta, Rabu (20/3) kemarin.

Rian meminta para pemangku kepentingan lebih menitikberatkan pembahasan pada program, bukan pada jumlah yang harus dibayarkan. “Sebenarnya yang terpenting itu harus disepakati terlebih dahulu bahwa CSR itu tidak perlu diperdebatkan bahwaitu masuk atau tidak dalam biaya operasional, saya kira tidak ada masalah,” ujarnya kepada hukumonline.

Jika dipatok secara terbatas, penyesuaian besaran CSR dengan kebutuhan masyarakat akan sulit dilakukan. Sebaliknya, jika tidak ada batasan, maka  Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) maupun SKK Migas akan lebih leluasa dan dampaknya akan lebih baik.

Direktur Pembinaan Program Migas, Ditjen Migas Kementerian ESDM, Heri Purnomo lebih menyoroti masalah mandegnya program CSR. Ia menilai pemerintah daerah acapkali tidak kooperatif dalam arti dalam tak membuka peluang masuknya K3S untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Padahal K3S memiliki program CSR. Ia menduga kasus lumpur Lapindo membuat Pemda khawatir kasus serupa terjadi.

Menurutnya, permasalahannya sebenarnya bukan pada CSRitu  sendiri, namun lebih kepada kekhawatiran daerah terhadap potensi bencana dari aktivitas eksplorasi ataupun eksploitasi seperti yang terjadi pada kasus lapindo (sidoarjo). Kementerian sudah melakukan upaya sosialisasi kepada pemerintah daerah bahwa kasus tersebut meru

pakan kasus yang langka di dunia sehingga pemerintah daerah bisa memahaminya. “ini sering sekali menjadi kendala hampir di semua pemerintah daerah,” tandasnya.   

Tags:

Berita Terkait