Berobat ke Luar Negeri, Tersangka Harus Dapat Rekomendasi dari RSCM
Utama

Berobat ke Luar Negeri, Tersangka Harus Dapat Rekomendasi dari RSCM

Sakit dan berobat ke luar negeri sudah menjadi dalih yang lazim bagi tersangka atau terdakwa untuk menghindar dari jerat hukum. Tapi, kini, berobat ke luar negeri semakin dipersulit. Tidak sembarangan dokter dan rumah sakit yang bisa memberikan rekomendasi.

Mys/Leo
Bacaan 2 Menit
Berobat ke Luar Negeri, Tersangka Harus Dapat Rekomendasi dari RSCM
Hukumonline

 

Selain surat keterangan resmi dari RSCM, tersangka atau keluarganya juga harus mendapatkan surat rekomendasi dari dokter spesialis penyakit yang diderita. Kewajiban lain bagi tersangka atau keluarganya adalah menyampaikan surat permohonan izin berobat ke luar negeri yang disampaikan melalui jalur berjenjang, mulai dari Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi hingga Jaksa Agung Muda bersangkutan.

 

Menanggapi soal SE ini, advokat Adnan Buyung Nasution berpendapat mekanisme second opinion yang berlaku selama ini sudah cukup memadai. Selama ini, jika ada dasar kecurigaan bahwa pemeriksaan oleh dokter pribadi tersangka hanya sekedar permainan, biasanya diimbangi dengan second opinion dari dokter yang ditunjuk pemerintah. Maka, menurutnya, jika telah ada second opinion selayaknya ijin berobat diberikan demi perikemanusiaan. "Kalau sampai meninggal dalam tahanan kan kejaksaan juga yang akan menanggung kesalahan."cetusnya.

 

RUU Kejaksaan

Sebenarnya, khusus untuk berobat ke luar negeri, RUU Kejaksaan yang sudah disahkan DPR tegas menyebut bahwa izinnya hanya bisa diberikan oleh Jaksa Agung. RUU ini juga makin mempersulit tersangka yang ingin berobat ke luar negeri.

 

Tersangka atau keluarganya harus menyediakan uang jaminan sejumlah nilai kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersangka. Namun RUU tidak menegaskan apakah uang jaminan itu secara fisik diserahkan kepada jaksa atau pengadilan (seperti uang konsinyasi), atau tetap boleh di bawah penguasaan tersangka. Menurut Kemas Yahya Rahman, seyogianya uang itu dititipkan di pengadilan.

 

Pandangan itu sejalan dengan penjelasan pasal 36 ayat (3), yang menyebutkan bahwa apabila tersangka tidak kembali dalam waktu satu tahun tanpa alasan yang sah, maka uang tersebut akan menjadi milik negara. Kalau uang jaminan secara fisik di tangan tersangka, tentu saja eksekusi terhadap uang jaminan akan sulit.

Berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh hukumonline, Jaksa Agung M.A Rachman sudah mengeluarkan sebuah surat edaran mengenai prosedur pemberian izin berobat ke luar negeri bagi tersangka atau terdakwa perkara pidana. Pihak Kejaksaan membenarkan adanya Surat Edaran No. SE-001/A/J.A/03/2004 itu. Itu untuk mengantisipasi agar izin berobat tidak disalahgunakan lagi, kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Kemas Yahya Rahman kepada hukumonline.

 

Nah, berdasarkan Surat Edaran (SE) tertanggal 31 Maret 2004 tersebut tersangka atau terdakwa tidak lagi bisa sembarangan berobat ke luar negeri. Pada poin kesatu tegas disebutkan bahwa izin berobat ke luar negeri hanya dapat diberikan terhadap kondisi-kondisi dan jenis penyakit tertentu yang belum dapat diobati di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia.

 

Pada bagian lain,  SE menegaskan bahwa izin berobat ke luar negeri hanya dapat diberikan oleh jaksa agung setelah ‘memenuhi syarat-syarat tertentu. Sayang, syarat-syarat dimaksud tidak dijelaskan secara terperinci.

 

Syarat yang secara tegas disebutkan antara lain keharusan adanya surat keterangan resmi dari rumah sakit Pemerintah yang ditunjuk untuk dapat memberikan rujukan guna berobat ke luar negeri. Menurut Kemas, yang dimaksud adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Nama RSCM memang disebut dalam SE itu. Dalam surat keterangan itu harus ada penjelasan bahwa rumah sakit di Indonesia belum dapat memberikan pelayanan medis atau pengobatan terhadap penyakit yang diserita tersangka.

Tags: