Berikut Hal Baru yang Akan Diatur dalam RPP Tentang Tata Ruang
Berita

Berikut Hal Baru yang Akan Diatur dalam RPP Tentang Tata Ruang

​​​​​​​Bertujuan menyelesaikan ketidaksesuaian antara tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit

Abdul juga menjelaskan bahwa, jika selama ini kewenangan pengambilan keputusan mengenai tata ruang di daerah dilaksanakan oleh Dinas Tata Ruang dengan berkoordinasi dengan Dirjen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dalam RPP nanti kewenangan tersebut akan diberikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

Kemudian kehadiran UU Cipta Kerja juga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di daerah, salah satunya terkait distorsi antara tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan hak atas tanah. Soal ini, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo mengatakan, hadirnya UU Cipta Kerja akan menyelesaikan ketidaksesuaian antara tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah.

"Muatan penyelesaian permasalahan tumpang tindih pemanfaatan ruang akan diatur dalam PP, sesuai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 17 angka 2," kata Wahyu.

Pengadaan Tanah

Sementara Terkait pengadaan tanah, Tenaga Ahli Menteri ATR/Kepala BPN bidang Pengadaan Tanah, Arie Yuriwin mengungkapkan bahwa UU Cipta Kerja akan mengatur pengaturan baru pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, melalui RPP tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Dalam pengaturan tersebut di antaranya mengatur mengenai jangka waktu berlakunya Penetapan Lokasi (Penlok), yang diberikan selama 3 tahun dan dapat diperpanjang tanpa memulai lagi dari awal. “Di samping itu, dalam RPP nanti, Kementerian ATR/BPN dapat membantu instansi yang memerlukan tanah dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah," kata Arie.

Pengaturan mengenai tanah terlantar juga diatur dalam aturan turunan UU Cipta Kerja, lewat RPP tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Wisnubroto Sarosa mengungkapkan bahwa sebelum UUCK, inventarisasi, identifikasi, dan penelitian tentang tanah terlantar dilakukan tiga tahun setelah terbitnya Hak Atas Tanah.

"Sedangkan dalam UUCK, proses tersebut dapat dilakukan terhitung mulai dua tahun sejak diterbitkannya Hak Atas Tanah ataupun Hak Pengelolaan," katanya.

Guna menghimpun tanah terlantar serta tanah yang sudah habis haknya, UUCK mengenalkan konsep Bank Tanah. Direktur Penilaian Tanah dan Ekonomi Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Perdananto Aribowo mengatakan bahwa Bank Tanah adalah suatu lembaga khusus yang mengelola tanah. Istilah Bank Tanah tidaklah mengelola finance, melainkan tanah, untuk kepentingan sosial, kepentingan umum, lalu untuk kepentingan pembangunan nasional, konsolidasi tanah serta Reforma Agraria.

Guna mendukung kepastian hak atas tanah, UUCK mengatur mengenai Ruang Atas Tanah serta Ruang Bawah Tanah didalam Satuan Rumah Susun (Sarusun), melalui RPP Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Dalam Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah, nantinya akan diberikan Hak Pengelolaan (HPL), Hak Guna Bangunan (HGB) ataupun Hak Pakai (HP). Untuk batas kepemilikan diberikan sesuai Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan ataupun Rencana Tata Ruang.

Tags:

Berita Terkait