Berharap ‘Wasit’ Persaingan Usaha Lebih Bertaji
Menelaah Arah Penegakan Hukum Persaingan Usaha

Berharap ‘Wasit’ Persaingan Usaha Lebih Bertaji

Meski UU No.5 Tahun 1999 telah bertahan cukup lama, tentu sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, sehingga perlu ditinjau kembali dan disempurnakan.

M. Agus Yozami/FNH
Bacaan 2 Menit
  Meski kinerja KPPU terbilang baik, penegakan hukum persaingan usaha bukannya tanpa kendala. Kendala tersebut justru dimunculkan oleh UU No.5 Tahun 1999 sendiri. Adalah DPR yang menilai UU Persaingan Usaha perlu penguatan atau direvisi. Ketua Panja RUU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Azam Azman Natawijana, menjelaskan setidaknya terdapat 7 subtansi baru dalam Revisi UU Persaingan Usaha. , memperluas definisi pelaku usaha agar dapat menjangkau pelaku usaha yang berdomisili hukum di luar wilayah Indonesia. mengubah notifikasi merger dari kewajiban untuk memberitahukan setelah merger (post merger notification) menjadi kewajiban pemberitahuan sebelum merger (pre merger notification). mengubah besaran sanksi yang selama ini menggunakan nilai nominal besaran tertinggi dalam rupiah menjadi prosentase sekurang-kurangnya 5% dan setinggi-tingginya 30% dari nilai penjualan dalam kurun waktu pelanggaran terjadi. "Terkait efektifitas Putusan KPPU, RUU ini mengatur ketentuan kewenangan KPPU menjatuhkan sanksi administratif berupa rekomendasi pencabutan izin usaha terhadap pelaku usaha yang melanggar larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketentuan lebih lanjut terkait hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah," kata Azam. pengaturan mengenai pengampunan dan/atau Pengurangan Hukuman (Leniency Program), sebagai strategi yang efektif dalam membongkar kartel dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam jangka panjang. memunculkan pasal yang mengatur tentang penyalahgunaan posisi tawar yang dominan pada perjanjian kemitraan dimana pengaturan ini bertujuan sebagai instrumen hukum perlindungan pelaksanaan kemitraan yang melibatkan UMKM. dalam upaya meningkatkan efektifitas pelaksanaan fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh KPPU, RUU ini mengatur ketentuan yang memungkinkan KPPU untuk meminta bantuan Kepolisian guna menghadirkan Pelaku Usaha yang tidak kooperatif. dengan amanat yang semakin berat ke depan baik dalam internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat maupun dalam penegakan hukum persaingan usaha, maka dipandang perlu untuk memperkuat kelembagaan KPPU dan menempatkannya dalam sistem ketatanegaraan Bangsa Indonesia sejajar dengan Lembaga Negara lainnya. Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengakui kekurangan dalam UU Persaingan Usaha yang ada saat ini. Meski UU No.5 Tahun 1999 telah bertahan cukup lama, tentu sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, sehingga perlu ditinjau kembali dan disempurnakan. Berdasarkan pengalaman para komisioner KPPU, setiap menangani kasus atau perkara persaingan usaha selalu saja ada kekurangan dalam UU tersebut yang membatasi ruang gerak mereka menyelesaikan perkara. Ke depan, Syarkawai berharap dengan direvisinya UU Persaingan Usaha maka KPPU bisa menjadi lembaga persaingan yang kredibel dan berintegritas, tidak hanya di Indonesia tetapi di 10 negara Asean dan Asia Timur. Menurutnya, untuk menjadi lembaga persaingan yang kredibel, KPPU harus kuat.   “Orang-orangnya harus kredibel artinya orang-orang yang ada di KPPU harus benar-benar kredibel yang ditunjukkan dengan integritasnya, misalnya tingkat kejujuran harus tinggi, ujarnya kepada .   Dari kalangan pengusaha, APINDO sendiri memberikan 11 masukan terhadap RUU Persaingan Usaha. tentang dasar-dasar filosofi UU Persaingan Usaha. Menurut Ketua Tim Ahli APINDO, Sutrisno Iwantono, azas dan tujuan UU Persaingan Usaha bukanlah menghukum atau mematikan dunia usaha, tetapi menciptakan iklim dalam berbisnis.   mengenai substansi dan struktur. APINDO setuju UU Persaingan Usaha direvisi karena harus disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan politik negara. tentang pengertian praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Menurut APINDO, pengertian praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat harus dibuat lebih jelas agar tidak menimbulkan pasal karet.   mengenai kelembagaan KPPU. Bagi Apindo, kelembagaan KPPU saat ini dinilai bersifat Jika KPPU merasa bak macan ompong, kiranya perlu dikaji lebih jauh sistem kelembagaan KPPU secara menyeluruh. tentang definisi atau batasan ‘terlapor’. Dalam UU Persaingan Usaha definisi terlapor hanyalah pelaku usaha. Namun, dalam draft amandemen, terlapor adalah pelaku usaha dan pihak lain. Unsur ‘pihak lain’ ini bisa menjadi pasal karet yang akan menyasar siapa saja.   tentang denda dan hukuman. Dalam rancangan RUU Persaingan Usaha denda hukuman akan ditingkatkan dari Rp25 miliar menjadi 30 persen dari omset. Menurut APINDO, hal ini berpotensi mengganggu iklim usaha dan sehingga berakibat kontraproduktif bagi ekonomi nasional. tentang keharusan membayar denda atau penalti di depan.   tentang notifikasi merger atau akuisisi. Dalam revisi UU Persaingan Usaha mengarah kepada APINDO menilai perlu ada ketentuan teknis yang sederhana dan jangan sampai menghambat kegiatan usaha atau membatalkan niat merger. Notifikasi dalam bentuk pembelian aset akan menimbulkan komplikasi baru sebab perusahaan yang akan membeli aset apapun harus melapor ke KPPU. Aturan ini bisa kontraproduktif terhadap proses pembangunan ekonomi.   tentang kode etik dan Dewan Pengawas. APINDO berpendapat perlu ada kode etik dan Dewan Pengawas KPPU yang merupakan lembaga terpisah dan bukan bersifat . Ini diperlukan untuk mengawasi agar tidak terjadi mengenai . Usulan penambahan kewenangan KPPU untuk melakukan tindakan hukum kepada perusahaan asing yang berada di luar wilayah Indonesia perlu dipertimbangkan secara sangat hati-hati.   tentang penafsiran dan pengaturan lebih lanjut pasal-pasal UU. Di dalam draft revisi UU Persaingan Usaha, terdapat banyak sekali pasal-pasal yang menyatakan “ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini ditentukan oleh KPPU”. APINDO menilai tidak lazim sebab aturan lebih lanjut tentang UU lazimnya adalah bentuk Peraturan Pemerintah. Menyerahkan kewenangan tersebut kepada KPPU akan menimbulkan persoalan dan memberikan kewenangan berlebih hak monopoli tafsir atas Undang-Undang kepada KPPU.  


UU No.5 Tahun 1999



PP No.57 Tahun 2010



PertamaKedua

Economic Challenges



(Baca Juga: KPPU: Banyak Kebijakan Pemerintah Muluskan Monopoli)














(Baca Juga: KPPU Harus Sampaikan Direct Evidence Agar Vonis Kartel Skutik Yamaha-Honda Dikuatkan)

Revisi UU  


PertamaKedua,Ketiga,



Keempat,Kelima,

Keenam,Ketujuh,





hukumonline

Pertama, fair play

Kedua, Ketiga,

Keempat, super power. Kelima,

Keenam, demotivated investorKetujuh,

Kedelapan, pre merger notification.

Kesembilan, adhocabuse of power. Sepuluh, extra territory law enforcement

Sebelas, conflict of interest,
Tags:

Berita Terkait