Berharap ‘Wasit’ Persaingan Usaha Lebih Bertaji
Menelaah Arah Penegakan Hukum Persaingan Usaha

Berharap ‘Wasit’ Persaingan Usaha Lebih Bertaji

Meski UU No.5 Tahun 1999 telah bertahan cukup lama, tentu sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, sehingga perlu ditinjau kembali dan disempurnakan.

M. Agus Yozami/FNH
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline
Praktik persaingan usaha tidak sehat sering terdengar dari negara maju, yang identik dengan banyaknya jumlah pengusaha. Gurita bisnis terus memicu suburnya praktik monopoli, di mana sejumlah perusahaan besar diduga mampu mengatur pasar karena besarnya kapasitas dan sumber daya yang dimiliki. Indonesia merupakan salah satu negara maju yang memiliki Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

KPPU yang dibentuk pada tahun 2000 merupakan otoritas yang ditunjuk UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha) dalam menegakkan hukum persaingan usaha di Tanah Air. Undang-undang ini sekaligus mengafirmasi Pasal 33 UUD 1945, di mana salah satu tujuannya menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

KPPU memiliki mandat untuk mengawasi pelaksanaan UU Persaingan Usaha. Selain itu, KPPU memiliki kewenangan untuk memberikan saran dan pertimbangan atas kebijakan pemerintah yang mengarah pada persaingan tidak sehat, KPPU juga memiliki kewenangan menyelidiki, memeriksa, dan memutuskan dugaan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku bisnis.

KPPU turut memiliki kewenangan untuk menerima dan mengevaluasi merger yang dinotifikasi dan dikonsultasikan melalui PP No.57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan KPPU memiliki kewenangan untuk mengawasi dan menegakkan hukum atas pelaksanaan kemitraan antara pelaku usaha besar dengan UMKM.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Bahlil Lahadalia, mengatakan praktik monopoli kemungkinan bisa terjadi dari pengusaha-pengusaha yang tergolong papan atas. Dia mempertanyakan sampai kapan hal ini akan terus dilakukan oleh pengusaha-pengusaha tersebut. Menurutnya, perlu ada kesadaran bersama sebab persoalan bangsa Indonesia ke depan, dalam konteks ekonomi sangat besar sekali.

Pertama, jumlah pengusaha di Indonesia baru 1,6 persen dari total jumlah penduduk nasional. Menurutnya, ini jauh dibandingkan dengan Singapura sebesar 7 persen. Malaysia berjumlah 4,5 persen, Thailand hampir 5 persen. Kedua, jumlah pengusaha di Indonesia mayoritas UMKM. Dari total 99,8 persen dari total unit 56 juta, itu adalah UMKM.

“Kenapa tidak bisa naik kelas menengah atau penambahan penciptaan usaha baru, karena ruang di atas tidak dibuka. Monopoli adalah satu fator terbesar tidak terciptanya pengusaha-pengusaha baru dan naik kelasnya pengusaha UMKM ke kelas menengah,” kata Bahlil dalam acara Economic Challenges pada November tahun lalu.

Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono, menambahkan secara konsep, di dalam ekonomi pasti ada usaha kecil dan usaha besar, di mana keduanya mempunyai hak untuk hidup. Menurutnya, Indonesia menghendaki agar yang kecil memiliki kesempatan yang lebih luas.

(Baca Juga: KPPU: Banyak Kebijakan Pemerintah Muluskan Monopoli)


“Oleh Karena itu, UU Persaingan Usaha memang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi setiap pengusaha melakukan usaha secara sehat dalam berkompetisi satu dengan yang lain,” ujarnya.

Kini, tujuh belas tahun sudah KPPU berdiri. Berdasarkan laporan tahunan lembaga ini, selama 16 tahun (2000-2016), KPPU sudah menerima laporan sebanyak 2.537 laporan adanya dugaan pelanggaran UU Antimonopoli dengan komposisi yang didominasi oleh laporan terkait pengadaan barang dan jasa (tender) sebanyak 73 persen. Sedangkan total denda dan ganti rugi yang bervariasi dan terbagi atas Denda bersyarat, denda administratif dan ganti rugi.
TahunJumlah LaporanPerkara DitanganiDenda BersyaratDenda AdministratifGanti Rugi
2000 7 2 - - -
2001 31 5 - - -
2002 48 8 Rp1 M Rp42,500 M -
2003 58 9 Rp1 M Rp21 M -
2004 77 9 - Rp63,270 M Rp152 M
2005 183 22 Rp4 M Rp38,600 M -
2006 139 18 - Rp13,500 M Rp127 jt
2007 244 31 Rp18,814 M Rp351,210 M Rp520 jt
2008 232 68 - Rp20,158 M -
2009 204 35 - Rp416,218 M -
2010 215 42 - Rp215,967 M Rp7 M
2011 237 13 - Rp12,742 M -
2012 212 9 - Rp58,245 M -
2013 191 12 Rp1 M Rp69,920 M -
2014 114 19 Rp5 M Rp324,314 M -
2015 136 22 - Rp211,233 M -
2016 209 24 - Rp212,049 M -

Melihat jumlah laporan yang masuk ke KPPU dari tahun ke tahun, terlihat trend peningkatan laporan. Tetapi, tak semua perkara yang ditangani oleh KPPU berawal dari laporan. Beberapa perkara justru merupakan inisiatif KPPU. Dari 2.537 laporan yang masuk ke KPPU, hingga saat ini KPPU telah menangani perkara sebanyak 348 dengan komposisi 245 perkara tender, 55 perkara nontender, dan sebanyak 8 perkara keterlambatan notifikasi merger. Dari 348 perkara yang masuk ke KPPU, terdiri dari 17 sektor industri yang tersebar di berbagai daerah.
IndustriPerkara (%)
Jasa konstruksi 27%
Migas 5%
Alat kesehatan 5%
Peternakan dan pertanian 5%
Ketenagalistrikan 4%
Kepelabuhan 3%
Angkutan darat dan laut 3%
Merger/akuisisi 2%
kebandarudaraan 2%
Pendidikan 2%
Telekomunikasi 2%
Keuangan dan perbankan 2%
Minuman dan makanan 1%
Peralatan listrik 1%
Pertambangan 1%
Penerbangan 1%
Lainnya 34%

Berikut sebaran perkara di seluruh Indonesia, nasional, dan internasional.
Sebaran PerkaraJumlah
Nangroe Aceh Darussalam (NAD) 3
Sumatera Utara 31
Riau dan Kepulauan 29
Jambi 9
Sumatera Selatan 8
Sumatera Barat 5
Bengkulu 8
Kepulauan Bangka Belitung 2
DKI Jakarta dan Jabodetabek 41
Jawa Barat 9
Jawa Tengah dan DIY 15
Jawa Timur 21
Jawa, Bali 3
NTB 9
NTT 5
Kalimantan Barat 6
Kalimantan Selatan 8
Kalimantan Timur 16
Kalimantan Utara 1
Sulawesi Utara 3
Sulawesi Selatan 21
Sulawesi Tenggara 2
Gorontalo 2
Papua Barat 1
Nasional 78
Internasional 1

“Perkara yang ditangani KPPU 73 persen itu berkenaan dengan pengadaan barang dan jasa, ini berkesesuaian dengan KPK juga, karena 80 persen perkara yang mereka tangani adalah perkara yang berkenaan dengan pengadaan barang dan jasa. Pada Desember 2016 lalu, kami mengadakan diskusi dengan KPK bagaimana melaksanakan enforcement dalam pengadaan barang dan jasa dari daerah dan pusat,” kata Ketua KPPU, Syarkawi Rauf.

Sepanjang 2017 (hingga Mei), terdapat 24 perkara yang masuk, sebanyak 7 perkara (5 perkara tender, 2 perkara nontender) telah diputus dengan total denda yang telah dijatuhkan sebesar Rp212 miliar.

(Baca Juga: KPPU Harus Sampaikan Direct Evidence Agar Vonis Kartel Skutik Yamaha-Honda Dikuatkan)
No PerkaraPerkaraTahapDenda
01/KPPU-L/2016 Tender Peningkatan Jalan Pesut Kabupaten Kutai Kertanegara TA. 2015 Putusan Rp2,463 M
02/KPPU-I/2016 Pengaturan Produksi Bibit Ayam Pedaging (Broiler) di Indonesia Putusan Rp119,570 M
03/KPPU-L/2016 Tender Jack-Up Drilling Service For BD (PT2140720/PT2140720R) Putusan Rp24,400 M
04/KPPU-L/2016 Dugaan Penetapan Harga Skuter Matik 110 CC-125 CC (Yamaha dan Honda) di Indonesia Putusan Rp47,500 M
05/KPPU-L/2016 Tender Pekerjaan Pelayanan Teknis pada PT PLN (Persero) Area Rantau Prapat Tahun 2015-2017 Putusan Rp2,476 M
06/KPPU-L/2016 Tender Pembangunan Bendungan di Kab. Tapanuli Utara dan di Kab. Tapanuli Tengah TA. 2015-2017 Putusan Rp8,939 M
07/KPPU-L/2016 Tender Pengadaan Pupuk Intensifikasi Tanaman Kakao di Dinas Perkebunan Sulsel TA 2015 Putusan Rp6,598 M
08/KPPU-L/2016 Praktik Monopoli PT Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandara Sultan Hasanuddin MMK -
09/KPPU-L/2016 Praktik Monopoli Gas Industri di Area Sumatera Utara Pemeriksaan Lanjutan (PT)
10/KPPU-L/2016 Indihome Pemeriksaan Lanjutan (PT)
11/KPPU-L/2016 Keterlambatan Notifikasi Merger (Akuisisi PT Cinere Serpong oleh PT Jasa Marga) Penetapan
12/KPPU-L/2016 Keterlambatan Notifikasi Merger (Akuisisi PT Ngawi Kertosono Jaya oleh PT Jasa Marga) Penetapan
13/KPPU-L/2016 Keterlambatan Notifikasi Merger (Akuisisi PT Solo Ngawi Jaya oleh PT Jasa Marga) Penetapan
14/KPPU-L/2016 Tender Pembangungan Fasilitas Pelabuhan Benteng Laut Selatan Pemeriksaan Lanjutan (PL)
15/KPPU-L/2016 Tender Peningkatan Jalan Puttusibau-Kalimantan Barat PPL
16/KPPU-L/2016 Tender Pembangunan Sarana dan Prasarana SKOI Tahun 2013 Pemeriksaan Lanjutan (PL)
17/KPPU-L/2016 Tender Peningkatan Jalan Kecamatan Tenggarong Kaltim TA 2013, 2014, 2015 Pemeriksaan Lanjutan (PL)
18/KPPU-L/2016 Tender Pembangunan Jalan (Batas Riau-Merluang-Sp. Niam) APBN TA. 2016 PP
19/KPPU-L/2016 Tender Pembangunan Jalan (Muara Bungo-Sei.Bengkal) APBN TA. 2016 PP
20/KPPU-L/2016 Penetapan Tarif Handling di Kawasan Tempat Penimbunan Pabean (TPP) KPP Bea Cukai Belawan Pemeriksaan Lanjutan
21/KPPU-L/2016 Tender Peningkatan Jalan Lubuk Jambi- Sp. Ibul- Sp. Ifa Kabupaten Kuantan Senggingi, Riau TA. 2015 Pra-PP
22/KPPU-L/2016 Penjualan Air Mineral Dalam Kemasan di Wilayah Jabodetabek PP
23/KPPU-L/2016 Tender Pengadaan Charter Hire Floating Storage Offloading for Cinta Terminal (No:PS2137135) Pemeriksaan Lanjutan (PL)
24/KPPU-L/2016 Tender Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Abdul Wahab Sjahrane-Samarinda TA 2012 dan 2013 Pemeriksaan Lanjutan (PL)

Revisi UU  
Meski kinerja KPPU terbilang baik, penegakan hukum persaingan usaha bukannya tanpa kendala. Kendala tersebut justru dimunculkan oleh UU No.5 Tahun 1999 sendiri. Adalah DPR yang menilai UU Persaingan Usaha perlu penguatan atau direvisi. Ketua Panja RUU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Azam Azman Natawijana, menjelaskan setidaknya terdapat 7 subtansi baru dalam Revisi UU Persaingan Usaha.

Pertama, memperluas definisi pelaku usaha agar dapat menjangkau pelaku usaha yang berdomisili hukum di luar wilayah Indonesia. Kedua, mengubah notifikasi merger dari kewajiban untuk memberitahukan setelah merger (post merger notification) menjadi kewajiban pemberitahuan sebelum merger (pre merger notification). Ketiga, mengubah besaran sanksi yang selama ini menggunakan nilai nominal besaran tertinggi dalam rupiah menjadi prosentase sekurang-kurangnya 5% dan setinggi-tingginya 30% dari nilai penjualan dalam kurun waktu pelanggaran terjadi.

"Terkait efektifitas Putusan KPPU, RUU ini mengatur ketentuan kewenangan KPPU menjatuhkan sanksi administratif berupa rekomendasi pencabutan izin usaha terhadap pelaku usaha yang melanggar larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketentuan lebih lanjut terkait hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah," kata Azam.

Keempat, pengaturan mengenai pengampunan dan/atau Pengurangan Hukuman (Leniency Program), sebagai strategi yang efektif dalam membongkar kartel dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam jangka panjang. Kelima, memunculkan pasal yang mengatur tentang penyalahgunaan posisi tawar yang dominan pada perjanjian kemitraan dimana pengaturan ini bertujuan sebagai instrumen hukum perlindungan pelaksanaan kemitraan yang melibatkan UMKM.

Keenam, dalam upaya meningkatkan efektifitas pelaksanaan fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh KPPU, RUU ini mengatur ketentuan yang memungkinkan KPPU untuk meminta bantuan Kepolisian guna menghadirkan Pelaku Usaha yang tidak kooperatif. Ketujuh, dengan amanat yang semakin berat ke depan baik dalam internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat maupun dalam penegakan hukum persaingan usaha, maka dipandang perlu untuk memperkuat kelembagaan KPPU dan menempatkannya dalam sistem ketatanegaraan Bangsa Indonesia sejajar dengan Lembaga Negara lainnya.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengakui kekurangan dalam UU Persaingan Usaha yang ada saat ini. Meski UU No.5 Tahun 1999 telah bertahan cukup lama, tentu sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, sehingga perlu ditinjau kembali dan disempurnakan. Berdasarkan pengalaman para komisioner KPPU, setiap menangani kasus atau perkara persaingan usaha selalu saja ada kekurangan dalam UU tersebut yang membatasi ruang gerak mereka menyelesaikan perkara.

Ke depan, Syarkawai berharap dengan direvisinya UU Persaingan Usaha maka KPPU bisa menjadi lembaga persaingan yang kredibel dan berintegritas, tidak hanya di Indonesia tetapi di 10 negara Asean dan Asia Timur. Menurutnya, untuk menjadi lembaga persaingan yang kredibel, KPPU harus kuat.

“Orang-orangnya harus kredibel artinya orang-orang yang ada di KPPU harus benar-benar kredibel yang ditunjukkan dengan integritasnya, misalnya tingkat kejujuran harus tinggi, ujarnya kepada hukumonline.

Dari kalangan pengusaha, APINDO sendiri memberikan 11 masukan terhadap RUU Persaingan Usaha. Pertama, tentang dasar-dasar filosofi UU Persaingan Usaha. Menurut Ketua Tim Ahli APINDO, Sutrisno Iwantono, azas dan tujuan UU Persaingan Usaha bukanlah menghukum atau mematikan dunia usaha, tetapi menciptakan iklim fair play dalam berbisnis.

Kedua, mengenai substansi dan struktur. APINDO setuju UU Persaingan Usaha direvisi karena harus disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan politik negara. Ketiga, tentang pengertian praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Menurut APINDO, pengertian praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat harus dibuat lebih jelas agar tidak menimbulkan pasal karet.

Keempat, mengenai kelembagaan KPPU. Bagi Apindo, kelembagaan KPPU saat ini dinilai bersifat super power. Jika KPPU merasa bak macan ompong, kiranya perlu dikaji lebih jauh sistem kelembagaan KPPU secara menyeluruh. Kelima, tentang definisi atau batasan ‘terlapor’. Dalam UU Persaingan Usaha definisi terlapor hanyalah pelaku usaha. Namun, dalam draft amandemen, terlapor adalah pelaku usaha dan pihak lain. Unsur ‘pihak lain’ ini bisa menjadi pasal karet yang akan menyasar siapa saja.

Keenam, tentang denda dan hukuman. Dalam rancangan RUU Persaingan Usaha denda hukuman akan ditingkatkan dari Rp25 miliar menjadi 30 persen dari omset. Menurut APINDO, hal ini berpotensi mengganggu iklim usaha dan demotivated investor sehingga berakibat kontraproduktif bagi ekonomi nasional. Ketujuh, tentang keharusan membayar denda atau penalti di depan.

Kedelapan, tentang notifikasi merger atau akuisisi. Dalam revisi UU Persaingan Usaha mengarah kepada pre merger notification. APINDO menilai perlu ada ketentuan teknis yang sederhana dan jangan sampai menghambat kegiatan usaha atau membatalkan niat merger. Notifikasi dalam bentuk pembelian aset akan menimbulkan komplikasi baru sebab perusahaan yang akan membeli aset apapun harus melapor ke KPPU. Aturan ini bisa kontraproduktif terhadap proses pembangunan ekonomi.

Kesembilan, tentang kode etik dan Dewan Pengawas. APINDO berpendapat perlu ada kode etik dan Dewan Pengawas KPPU yang merupakan lembaga terpisah dan bukan bersifat adhoc. Ini diperlukan untuk mengawasi agar tidak terjadi abuse of power. Sepuluh, mengenai extra territory law enforcement. Usulan penambahan kewenangan KPPU untuk melakukan tindakan hukum kepada perusahaan asing yang berada di luar wilayah Indonesia perlu dipertimbangkan secara sangat hati-hati.

Sebelas, tentang penafsiran dan pengaturan lebih lanjut pasal-pasal UU. Di dalam draft revisi UU Persaingan Usaha, terdapat banyak sekali pasal-pasal yang menyatakan “ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini ditentukan oleh KPPU”. APINDO menilai tidak lazim sebab aturan lebih lanjut tentang UU lazimnya adalah bentuk Peraturan Pemerintah. Menyerahkan kewenangan tersebut kepada KPPU akan menimbulkan persoalan conflict of interest, dan memberikan kewenangan berlebih hak monopoli tafsir atas Undang-Undang kepada KPPU.
Tags:

Berita Terkait