Benang Kusut Penataan Regulasi, Bagaimana Solusinya?
Utama

Benang Kusut Penataan Regulasi, Bagaimana Solusinya?

Beragam permasalahan penataan regulasi bermuara pada lemahnya kelembagaan yang menangani pembentukan peraturan perundang-undangan. Pemerintah diminta segera membentuk badan/lembaga regulasi pemerintahan untuk mengatasi persoalan penataan regulasi.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Ini karena tidak ada lembaga yang melakukan monitoring dan evaluasi termasuk melakukan harmonisasi,” tegasnya.

 

Gama menilai berbagai permasalahan dalam penataan regulasi itu bermuara pada lemahnya kelembagaan yang menangani pembentukan peraturan perundang-undangan. Selama ini lembaga yang menangani pembentukan peraturan banyak, sehingga tidak fokus. Selain masalah tumpang tindih, kata Gama, timbul masalah lain yaitu sengketa kewenangan diantara lembaga itu. (Baca Juga: Lima Langkah Penataan Regulasi untuk Pemerintahan Jokowi Jilid II)

 

Padahal, UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sudah mengamanatkan agar dibentuk lembaga/badan regulasi pemerintahan, tetapi hingga kini belum terbentuk. “Sejak awal kampanye, Presiden Jokowi ingin membentuk satu lembaga yang khusus mengurusi pembentukan peraturan perundang-undangan untuk mengatasi hiper regulasi ini, namun sampai saat ini belum terealisasi.”

 

Ada kepastian berusaha

Direktur Analisa Peraturan Perundang-Undangan Kementerian PPN/Bappenas Diani Sadiawati mengakui lemahnya kebijakan regulasi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, kualitas regulasi di Indonesia masih sangat lemah dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara.

 

Karena itu, pemerintah tengah membentuk omnibus law yang diarahkan pada kemudahan berusaha dan investasi, seperti RUU Cipta Lapangan Kerja. Nantinya, pembentukan omnibus law ini menghasilkan 5 RUU terkait dengan 177 UU lain. “Nanti berbagai UU itu bisa dicabut atau digabungkan. Yang terpenting efek pembuatan regulasi itu harus memberi dampak yang baik bagi masyarakat. “Ini tentunya juga menjadi tugas Bappenas untuk mengawal dan melakukan perbaikan,” kata dia.

 

Founding Partner Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Ahmad Fikri Assegaf menilai selama ini skor pentaaan regulasi di Indonesia, khususnya dalam hal kepastian hukum dunia usaha masih nol. Hal ini menimbulkan tingkat frustasi pengusaha di Indonesia sangat luar biasa dengan resiko investasi dan hak-hak yang tidak dijamin di Indonesia. Dia mencatat perusahaan yang masuk ke Indonesia hanya perusahaan yang benar-benar berani mengambil resiko.

 

“Sejak dulu, pemerintah tidak pernah serius memperhatikan (regulasi) kegiatan ekonomi. Selain itu, regulasi ini selalu ada ketentuan (wilayah) ‘abu-abunya’,” kata Fikri dalam kesempatan yang sama.  

Tags:

Berita Terkait