Belajar dari Kegagalan TGPTPK
Berita

Belajar dari Kegagalan TGPTPK

Walaupun sudah almarhum, Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) masih bisa mengajarkan kita untuk mengantisipasi berbagai kesukaran yang dihadapinya dalam melaksanakan tugas. Apalagi, Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang akan dibentuk embrionya adalah TGPTPK.

Fat/APr
Bacaan 2 Menit

Menurut Harkristuti yang juga anggota tim seperti Kamanto, dengan demikian TGPTPK menjadi semacam tim asistensi belaka bagi Jaksa Agung. "Laporan harus disampaikan ke lembaga kejaksaan dulu. Jika oleh Jaksa Agung dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, baru kasus tersebut diserahkan ke tim gabungan," jelas Harkristuti.

Dengan demikian, kewenangan TGPTPK ini sangat terbatas karena penentuan kasus yang akan ditangani olehnya berada di tangan Jaksa Agung. "Tanpa adanya pelimpahan kasus semacam ini dari kejaksaan, Tim Gabungan tidak mempunyai landasan kewenangan untuk mulai bekerja," tegas Harkristuti.

Resistensi

Menurut Kamanto, dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tersangka yang berstatus hakim, TGPTPK mengalami berbagai masalah dengan pihak pengadilan.

Contohnya, prosedur proses perizinan untuk penyitaan dan penggeledahan kasus tersangka berstatus hakim yang dipersulit; putusan praperadilan PN Jaksel yang menyatakan TGPTPK tidak berwenang melakukan penyidikan; dan putusan judicial review MA yang menyatakan PP No. 19/2000 tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.

Sedangkan resistensi dari pihak Kejaksaan berbentuk tidak diperolehnya dukungan dan adanya perbedaan pendapat dengan Jaksa Agung dalam beberapa hal, seperti pencabutan SP3 tiga konglomerat. Selain itu, ide TGPTPK untuk menyatakan keadaan darurat perang terhadap korupsi dan menjadikan korupsi sebagai extraordinary crime yang memerlukan extraordinary measures.

Para pengacara pun sepertinya tak ingin kalah berpartisipasi dalam melakukan resistensi, baik secara langsung maupun tidak langsung. "Umpamanya saja, terjadi kedatangan tim penasehat hukum ke kantor TGPTPK pada 24 Agustus 2000 yang diikuti peristiwa perang mulut dan tindakan gebrak meja oleh Ketua TGPTPK dan tim pengacara itu," ujar Kamanto.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator ICW, Teten Masduki mengungkapkan nada yang cukup berbeda tentang kinerja TGPTPK. Menurutnya, kasus yang dilimpahkan ke  TGPTPK tidak dapat di-follow-up secara efektif karena kapasitas tim itu yang terlalu kecil. "Seharusnya TGPTPK hanya dikhususkan untuk memberantas atau membersihkan korupsi di kalangan aparat penegak hukum dulu, harus ada prioritas," kata Teten.

Halaman Selanjutnya:
Tags: