Begini Peta Persoalan Insentif Pajak Filantropi di Indonesia
Berita

Begini Peta Persoalan Insentif Pajak Filantropi di Indonesia

Insentif pajak filantropi hanya berlaku untuk sumbangan yang ditujukan kepada lembaga.

Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit

“Selain itu, perlu dilakukan peningkatan kapasitas dan pemahaman petugas pajak mengenai insentif pajak sektor filantropi, mensosialisasikan secara luas, memperjelas mekanisme tax exempt status dan mencari serta merumuskan solusi terkait persoalan related parties yang bisa mengganggu perkembangan sektor filantropi,” kata Hamid dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (27/9).

(Baca juga: CSR Tidak Sekadar Filantrofi Perusahaan).

Hamid mencatat, saat ini pemerintah sudah memberikan insentif pajak untuk sektor filantorpi berupa biaya penelitian dan pengembangan bisa menjadi pengurang penghasilan bruto atau tax deduction, pengecualian dai objek pajak terhadap sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau organisasi yang bergerak di bidang riset dan pengembangan, pengecualian dari objek pajak  terhadap harta hibahan, bantuan atau sumabngan untuk beasiswa dan kegiatan sosial termasuk penelitian, dan dapat membiayakan biaya dalam rangka sumbangan penelitian.

“Insentif juga berupa tidak memungut Pasal 22 impor atas impor barang untuk keperluan riset dan pengembangan serta penambahan waktu dua tahun untuk kompensasi kerugian apabila mengeluarkan biaya litbang du dalam negeri dalam rangka pengembangan produk efisiensi produksi paling sedikit 5 persen dari investasi dalma jangka waktu lima tahun,” imbuhnya.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Eryanto Nugroho menjelaskan  jika dilihat dari segi perundang-undangan, pemerintah sudah menyediakan insentif berupa tax exemption dan tax deduction. Dalam aturan ini, sudah ada penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek PPh atas penghasilan yang diterima organisasi nirlaba. “Selain itu, sudah ada juga penetapan biaya tertentu yang dapat jadi pengurang pajak. dan masih ada beberapa catatan dalam implementasinya,” katanya.

Ada tiga catatan yang dimaksud. Pertama, belum banyak pihak yang mengetahui dan memanfaatkan insentif pajak filantropi tersebut. Kedua, masih adanya keraguan dan kekhawatiran untuk menggunakan insentif pajak filantropi ini. Ketiga, besaran insentif yang diberikan oleh pemerintah untuk sektor filantropi masih dipandang kurang menarik.

Kasubdit Peraturan PPh Badan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wahyu Santosa menyampaikan kegiatan filantropi tidak dikenai pajak diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Jika kegiatan lembaga nirlaba tersebut menghasilkan laba, maka laba dimaksud harus ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dan litbang. Hal tersebut diatur dalam PMK No 80/PKK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan.

“Intinya begini, kalau kegiatan dari lembaga nirlaba ternyata mendapatkan laba, maka laba harus dikembalikan dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan dan litbang. Dan itu diberikan waktu selama 4 tahun sejak diperolehnya laba,” kata Wahyu.

Tags:

Berita Terkait