Begini Alasan Rancangan Perpres Kepatuhan Hukum Tak Atur Rinci Soal Sanksi
Utama

Begini Alasan Rancangan Perpres Kepatuhan Hukum Tak Atur Rinci Soal Sanksi

Sanksi itu telah melekat pada peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban dan larangan tersebut. Tapi, sanksi dalam Pasal 8 ayat (3) R-Perpres tak bisa dilaksanakan karena tidak jelas bentuk dan sanksinya, serta peraturan perundangan mana yang dimaksud.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Arfan Faiz Muhlizi saat berbincang soal R-Perpres tentang Kepatuhan Hukum di ruang kerjanya, Selasa (27/8/2024). Foto: RES
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Arfan Faiz Muhlizi saat berbincang soal R-Perpres tentang Kepatuhan Hukum di ruang kerjanya, Selasa (27/8/2024). Foto: RES

Peraturan umumnya mengatur sejumlah norma yang berisi hak dan kewajiban. Sebagian peraturan mencantumkan sanksi bagi pihak yang melakukan pelanggaran. Tapi, tak semua regulasi mengatur sanksi secara rinci dan rigid, salah satunya Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) tentang Kepatuhan Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Pelaksanaan Hukum.

Setidaknya ada 4 ketentuan dalam R-Perpres yang mengatur soal sanksi. Pertama, Pasal 8 ayat (2) Badan Usaha, Badan Hukum, dan/atau Badan Publik yang tidak mengikuti dan melaksanakan upaya peningkatan kesadaran dan Kepatuhan Hukum dalam Pelaksanaan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi. Kedua, Pasal 12 ayat (7) Badan Hukum atau Badan Usaha yang tidak menindaklanjuti hasil pelaksanaan Audit Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Ketiga, Pasal 12 ayat (10) Badan Hukum atau Badan Usaha yang tidak melaporkan hasil Audit Hukum dan tindak lanjut rekomendasi Audit Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Keempat, Pasal 13 ayat (4) Badan Publik yang tidak melaksanakan rekomendasi pelaksanaan audit hukum dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Arfan Faiz Muhlizi menjelaskan pertimbangan R-Perpres tak mengatur rinci soal sanksi. Antara lain, hukum merupakan keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam Masyarakat. Memuat sedikitnya 3 kaidah yakni suruhan (gebod), larangan (verbod), dan kebolehan (mogen).

Baca juga:

Hukumonline.com

Arfan Faiz Muhlizi di meja kerjanya. Foto: RES

Kaidah suruhan dan larangan bersifat imperatif yang artinya tidak dapat dikesampingkan oleh pihak-pihak, baik melalui suatu perbuatan tertentu atau melalui suatu perjanjian. Sedangkan kebolehan bersifat fakultatif. Kaidah ini dilengkapi dengan seperangkat sanksi sebagai alat kekuasaan hukum yang dirancang untuk mengamankan penegakan hukum yang berupa semua tindakan, sebagai reaksi atau respons negatif yang disebabkan oleh ketidakpatuhan atau pelanggaran terhadap norma.

“Secara khusus, untuk norma yang dibentuk secara tertulis dalam suatu peraturan perundang-undangan, sanksi ini dirumuskan secara melekat dengan kaidah kewajiban atau larangan dalam satu kesatuan peraturan yang mengatur kewajiban/larangan tersebut,” kata Arfan saat berbincang dengan Hukumonline, Selasa (27/08/2024) kemarin.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait