Begini Alasan Rancangan Perpres Kepatuhan Hukum Tak Atur Rinci Soal Sanksi
Utama

Begini Alasan Rancangan Perpres Kepatuhan Hukum Tak Atur Rinci Soal Sanksi

Sanksi itu telah melekat pada peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban dan larangan tersebut. Tapi, sanksi dalam Pasal 8 ayat (3) R-Perpres tak bisa dilaksanakan karena tidak jelas bentuk dan sanksinya, serta peraturan perundangan mana yang dimaksud.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Arfan menyebut kaidah yang bersifat kewajiban dan larang, merupakan kaidah yang tidak dapat dikesampingkan. Oleh karena itu, setiap subjek yang terikat kaidah tersebut harus memiliki kesadaran dan kepatuhan untuk melaksanakannya. Dalam konstruksi ini ketentuan Pasal 8 ayat (1) R-Perpres bekerja.

Yakni mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan subjek hukum yang dirumuskan secara khusus bagi badan usaha, badan hukum dan badan publik, untuk melaksanakan dan mematuhi berbagai aturan yang mengikat penyelenggaraan kehidupan atau aktivitasnya. Pasal 8 ayat (2) sebagai penegasan atas konsekuensi yang timbul apabila subjek dimaksud tidak menaati atau mematuhi kaidah kewajiban atau larangan yang mengikatnya yaitu dikenakan sanksi.

“R-Perpres tidak perlu merigidkan mengingat sanksi tersebut telah melekat pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban dan larangan tersebut,” ujarnya.

Inventarisir UU dan PP

Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga itu melanjutkan, BPHN telah melakukan inventarisasi terhadap 33 UU dan 11 Peraturan Pemerintah (PP) yang memiliki keterkaitan dengan penilaian kepatuhan hukum. Dari 33 UU itu antara lain mengatur pemberian sanksi terhadap badan hukum, badan usaha dan pemerintah pusat.

Sementara dari 11 PP itu antara lain mengatur sanksi untuk badan hukum, badan usaha, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Setiap sanksi diatur melekat dengan kaidah kewajiban atau larangan yang dikenakan kepada subjek hukum dalam aturan tersebut. Sanksi-sanksi ini termasuk dalam jenis sanksi yang akan diterapkan pada saat penilaian kepatuhan.

Mengenai Pasal 12 dan 13, Arfan mengatakan kedua ketentuan itu instrumen yang digunakan sebagai penentu dalam menilai apakah benar telah terjadi ketidakpatuhan subjek hukum. Sehingga dapat dilakukan pengenaan sanksi yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan kepada subjek hukum sebagaimana telah dirumuskan Pasal 8 ayat (2). Ketidakpatuhan hukum ini dapat dilihat dari komitmen subjek hukum untuk menindaklanjuti opini dan rekomendasi.

“Pada opini akan terukur tingkat kepatuhan dari subyek hukum terhadap berbagai aturan yang mengikatnya,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait