Begini Alasan Pentingnya Panduan Teknis Penanganan Hate Speech
Berita

Begini Alasan Pentingnya Panduan Teknis Penanganan Hate Speech

Agar penanganan kasus-kasus pidana ujaran kebencian dapat dilakukan secara optimal dan profesional.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Dian melihat kebanyakan orangtua mengawinkan anak perempuan di usia belia dengan harapan untuk mengatasi kemiskinan. Padahal rata-rata usia perkawinan anak paling banter bertahan kurang dari 5 tahun. Kemudian anak perempuan itu terjerumus kembali dalam kemiskinan dan mencari pekerjaan di sektor informal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bahkan tidak sedikit yang terjerumus dalam prostitusi. "Setelah pisah dengan pasangannya mereka (perempuan) biasanya bekerja sebagai asisten rumah tangga, buruh migran, atau malah terjerat prostitusi," papar Dian.

Dian mencatat setidaknya ada 3 cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan itu. Pertama, Presiden harus membentuk tim untuk menjamin berjalannya pengarusutamaan gender pada semua kementerian dan lembaga. Kedua, pemerintah dan DPR perlu segera membahas RUU Kesetaraan Gender. Ketiga, revisi UU Perkawinan terutama ketentuan yang membolehkan perkawinan usia anak. Batas usia perkawinan anak harus dinaikan untuk perempuan dari 16 jadi 18 tahun dan membatasi mekanisme dipensasi.

"Dalam revisi UU Perkawinan harus ditambah 1 pasal lagi yang intinya mewajibkan pemerintah dan masyarakat serta orangtua untuk melakukan upaya guna mencegah dan menghapus perkawinan anak," urai Dian.

(Baca juga: Hukumnya Jika Menulis Kata-Kata Kasar di Medsos yang Ditujukan kepada Pemerintah).

Sugeng menambahkan ada juga persoalan mengenai ketimpangan kekayaan, salah satu penyebabnya adalah peraturan pajak yang berlaku saat ini sangat kuno sehingga tidak memberi rasa keadilan. Plafon tertinggi untuk penghasilan pribadi yang terkena pajak hanya Rp500 juta per tahun, padahal banyak kalangan eksekutif yang upahnya setiap tahun Rp1 milyar.

Selaras itu Sugeng mengingatkan sekalipun Indonesia tergabung dalam negara G20, tapi rasio pajaknya rendah hanya belasan persen, Presiden Joko Widodo menargetkan rasio pajak naik sampai 16 persen. Padahal untuk negara dengan pendapatan golongan menengah rasio pajak harusnya 25 persen, di negara Eropa lebih tinggi sampai 35 persen.

Pajak penghasilan terbesar yang dikumpulkan pemerintah menurut Sugeng sebagian besar malah dari pekerja golongan biasa, jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah. Untuk pajak penghasilan dari jabatan direksi hanya berkisar Rp10 trilyun. "Penyumbang terbesar pajak penghasilan untuk negara itu bukan dari kalangan direksi tapi karyawan biasa," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait