Bedah Kasus Kantor Pajak Sebagai Kreditor Kepailitan
Fokus

Bedah Kasus Kantor Pajak Sebagai Kreditor Kepailitan

Dalam salah satu putusan, majelis hakim agung menyatakan ‘tidak ada dasar untuk menganggap Undang-Undang Perpajakan sebagai extra ordinary rules’.

MYS/HRS/FNH
Bacaan 2 Menit

Berbekal kedudukan sebagai kreditor yang diistimewakan itulah, Kantor Pajak beberapa kali meminta untuk didahulukan dalam kasus kepailitan. Utang tang ditagih Kantor Pajak pun tak sedikit. Dalam kasus kepailitan Batavia, KPP mengklaim punya tagihan pajak yang belum dibayar hingga 2010. Namun kurator kasus Batavia, Turman M. Panggabean, melayangkan kritik karena KPP baru mengajukan tagihan tiga dua tahun lebih setelah tahun berjalan lewat. “Jangan karena pejabat pajak lalai, lalu salahkan kita,” ucap Turman.

Selain itu, Turman melanjutkan, tagihan pajak 2010 kurang didukung dokumen pendukung. Batavia pun membantah utang sepert perhitungan KPP. Kurator tak mempersulit jika status utang didukung bukti, perhitungannya jelas, dan debitor mengakui. “Kami akan mengakui tagihan kalau debitor mengakui transaksi atau utang itu,” tambahnya.

Untuk memperkuat dalilnya dalam proses persidangan melawan kurator Batavia, misalnya, KPP Madya Jakarta Pusat merujuk antara lain pada putusan Mahkamah Agung No. 795K/Pdt.Sus/2010, dalam perkara KPP Madya Tangerang dan KPP Penanaman Modal Asing Wilayah IV vs Tim Kurator PT Koryo Internasional Indonesia.

Tetapi berdasarkan penelusuran hukumonline, putusan yang dijadikan rujukan sudah dibatalkan Mahkamah Agung lewat putusan Peninjauan Kembali (PK) No. 74PK/Pdt.Sus/2011. Majelis PK menilai ‘terdapat kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata’ dalam putusan No. 795K/Pdt.Sus/2010. Kekeliruan itu ialah mengenai hasil penjualan boedel pailit, disebut 82 miliar, padahal sebenarnya sekitar 25 miliar rupiah. Lagipula, secara prinsipil hak tanggungan/hipotik menduduki peringkat di atas hak istimewa, kecuali yang dinyatakan sebaliknya (Pasal 1134 KUH Perdata).

Kasus lain

Dalam perkara lain, KPP Pratama Serang pernah mengajukan kasasi atas pembagian boedel pailit yang dibuat kurator PT Bestindo Tata Industri (putusan MA No. 368 K/Pdt.Sus/2012). Juni tahun lalu, permohonan kasasi KPP Pratama Serang ditolak. Majelis beralasan judex facti tidak salah menerapkan hukum. Tagihan pajak yang diajukan dua tahun sejak insolvensi terhadap harta pailit, dan apabila kreditor yang mempunyai hak didahulukan tidak dicocokkan piutangnya, maka kreditor tersebut kehilangan hak terhadap hasil penjualan.

Di bawah rezim UU Kepailitan 1998, ada juga beberapa putusan yang dikutip sebagai rujukan. Putusan MA No. 015 K/N/1999 pada intinya memutuskan KPP tidak termasuk dalam kreditor dalam lingkup pailit. Bentuk utang pajak adalah tagihan yang lahir dari UU KUP. Undang-Undang ini memberi wewenang khusus pejabat pajak untuk melakukan eksekusi langsung terhadap utang pajak di luar campur tangan pengadilan.

Putusan MA No. 017K/N/2005 pada intinya menyatakan utang pajak adalah utang berdasarkan hukum publik dan harus dibayar lebih dahulu dibanding utang lainnya. Rujukan hakim adalah UU No. 19 Tahun 1997, sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Tags: