Banyak Kejanggalan dalam Penetapan Margriet Sebagai Tersangka
Berita

Banyak Kejanggalan dalam Penetapan Margriet Sebagai Tersangka

Ada ketentuan yang ‘ditabrak’ penyidik dalam menetapkan tersangka, di antaranya putusan Mahkamah Konsitusi dan putusan Mahkamah Agung.

M-22
Bacaan 2 Menit

Kedua, menurut kuasa hukum Margriet, keterangan seorang tersangka tidak dikenal sebagai kategori alat bukti sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 26 jo. Pasal 1 angka 27 jo. Pasal 1 angka 28 jo. Pasal 187 KUHAP. Padahal, dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka, Kepolisian menggunakan keterangan Agustinus Tai Hamdamai, yang sejak tanggal 10 Juni 2015 telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.

Tim kuasa hukum Margriet menilai keterangan Agustinus Tai Hamdamai itu tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti saksi. Merujuk pada Putusan Mahkamah Agung No. 28 K/Kr./1997 tanggal 17 April 1978 seseorang dapat dinyatakan sebagai tersangka ataupun diduga melakukan tindak pidana yang disangkakan apabila ada minimal dua orang saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri tindak pidana pada tempat dan waktu (locus dan tempus delicti) yang disangkakan.

“Bahwa sejak terbitnya Surat Perintah Penyidikan No.Sprin.Sidik/475/VI/2015/Bali/Reskrim Dps tanggal 10 Juni 2015, tersangka Agustinus Tai Hamdamai tidak pernah berstatus sebagai saksi saat menerangkan tentang keterlibatan pemohon,” sebagaimana tertulis dalam permohonan.

Selanjutnya, yang ketiga, masih dalam Surat Perintah Penyidikan (sprindik) yang sama Kepolisian menetapkan dua orang tersangka, yaitu Agustinus Tai Hamdamai dan Margriet. Padahal di dalam sprindik tidak terdapat pencantuman ketentuan mengenai penyertaan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP. Kuasa hukum Margriet menilai penetapan kliennya sebagai tersangka bersama-sama dengan Agustinus Tai Hamdamai dalam satu sprindik tidaklah sah secara hukum.

Selain itu, kuasa hukum Margriet juga menilai bahwa tidak ada alat bukti dari Kepolisian yang menunjukkan kliennya patut dijadikan sebagai tersangka. Penetapan Tersangka tersebut tidak disertai dengan bukti permulaan dan merupakan tindakan yang sewenang-wenang sebenarnya merupakan pelanggaran terhadap amar Putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 Oktober 2014.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP Jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 Oktober 2014, serta tidak adanya surat perintah penyidikan yang menjadi dasar pemeriksaan Pemohon sebagai Tersangka, maka sepatutnya, hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara menyatakan BAP Pemeriksaan Tersangka tanggal 29 Juni 2015 tidaklah sah. 

“Sehingga jelas kalau penetapan tersangka itu mestinya batal dengan segala akibat hukumnya,” tulis kuasa hukum Margriet dalam permohonan.

Tags:

Berita Terkait