Banyak Kejanggalan dalam Penetapan Margriet Sebagai Tersangka
Berita

Banyak Kejanggalan dalam Penetapan Margriet Sebagai Tersangka

Ada ketentuan yang ‘ditabrak’ penyidik dalam menetapkan tersangka, di antaranya putusan Mahkamah Konsitusi dan putusan Mahkamah Agung.

M-22
Bacaan 2 Menit
PN Denpasar. Foto: RES
PN Denpasar. Foto: RES

Senin (13/7) lalu, Pengadilan Negeri Denpasar menggelar sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh tersangka pembunuh Engeline (8), Margriet CH Megawe. Sidang yang dimulai sejak pukul 10.00 WITA, mengagendakan pembacaan permohonan praperadilan Margriet dan berlangsung sekitar kurang lebih 1,5 jam.

Dalam sidang, Margriet diwakili oleh pengacara dari Kantor Hukum Hotma Sitompoel & Associates. Antara lain Dion Pongkor, Jefri Moses Kam, dan Aldres Napitupulu yang membacakan pokok permohonan di hadapan hakim tunggal Achmad Peten Sili. Sidang lanjutannya, dijadwalkan digelar pada 27 Juli 2015 dikarenakan berbenturan dengan waktu libur.  

Berdasarkan berkas permohonan yang diterima hukumonline, ada beberapa catatan penting yang menjadi ‘amunisi’ tim kuasa hukum Margriet. Intinya, tim kuasa hukum membeberkan beberapa kejanggalan yang dilakukan Kepolisian selaku pihak termohon dalam praperadilan ini. Khususnya dalam menetapkan Margriet sebagai tersangka dalam perkara ini.

Pertama, penetapan Margriet sebagai tersangka hanya didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan No Sprin.Sidik/475/VI/2015/Bali/Reskrim Dps tertanggal 10 Juni 2015. Hal itu diketahui ketika kuasa hukum bersama Margriet meminta surat penetapan tersangka  kepada termohon pada tanggal 29 Juni 2015.

“Termohon hanya menunjukkan dan menyatakan tidak ada surat penetapan pemohon sebagai tersangka,” sebagaimana ditulis dalam permohonan.

Lebih lanjut, pada hari yang sama, dalam BAP pemeriksaan tersangka dinyatakan bahwa Margriet disangkakan melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan anak mati dan atau pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Primer Pasal 340 KUHP, Subsider Pasal 338 KUHP, Lebih Subsider Pasal 353 ayat (3) KUHP, Lebih Subsider Lagi Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 76 C Jo. Pasal 80 ayat (1) dan ayat (3) UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahaan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kejanggalan selanjutnya adalah sangkaan pada Pasal 340, Pasal 353 ayat (3), dan Pasal 351 ayat (3) KUHP dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Soalnya, disebutkan dalam permohonan, beberapa pasal tersebut tidak tercantum dalam Surat Perintah Penyidikan No Sprin.Sidik/475/VI/2015/Bali/Reskrim Dps tertanggal 10 Juni 2015. 

Kedua, menurut kuasa hukum Margriet, keterangan seorang tersangka tidak dikenal sebagai kategori alat bukti sebagaimana ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 26 jo. Pasal 1 angka 27 jo. Pasal 1 angka 28 jo. Pasal 187 KUHAP. Padahal, dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka, Kepolisian menggunakan keterangan Agustinus Tai Hamdamai, yang sejak tanggal 10 Juni 2015 telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.

Tim kuasa hukum Margriet menilai keterangan Agustinus Tai Hamdamai itu tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti saksi. Merujuk pada Putusan Mahkamah Agung No. 28 K/Kr./1997 tanggal 17 April 1978 seseorang dapat dinyatakan sebagai tersangka ataupun diduga melakukan tindak pidana yang disangkakan apabila ada minimal dua orang saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri tindak pidana pada tempat dan waktu (locus dan tempus delicti) yang disangkakan.

“Bahwa sejak terbitnya Surat Perintah Penyidikan No.Sprin.Sidik/475/VI/2015/Bali/Reskrim Dps tanggal 10 Juni 2015, tersangka Agustinus Tai Hamdamai tidak pernah berstatus sebagai saksi saat menerangkan tentang keterlibatan pemohon,” sebagaimana tertulis dalam permohonan.

Selanjutnya, yang ketiga, masih dalam Surat Perintah Penyidikan (sprindik) yang sama Kepolisian menetapkan dua orang tersangka, yaitu Agustinus Tai Hamdamai dan Margriet. Padahal di dalam sprindik tidak terdapat pencantuman ketentuan mengenai penyertaan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP. Kuasa hukum Margriet menilai penetapan kliennya sebagai tersangka bersama-sama dengan Agustinus Tai Hamdamai dalam satu sprindik tidaklah sah secara hukum.

Selain itu, kuasa hukum Margriet juga menilai bahwa tidak ada alat bukti dari Kepolisian yang menunjukkan kliennya patut dijadikan sebagai tersangka. Penetapan Tersangka tersebut tidak disertai dengan bukti permulaan dan merupakan tindakan yang sewenang-wenang sebenarnya merupakan pelanggaran terhadap amar Putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 Oktober 2014.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP Jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 Oktober 2014, serta tidak adanya surat perintah penyidikan yang menjadi dasar pemeriksaan Pemohon sebagai Tersangka, maka sepatutnya, hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara menyatakan BAP Pemeriksaan Tersangka tanggal 29 Juni 2015 tidaklah sah. 

“Sehingga jelas kalau penetapan tersangka itu mestinya batal dengan segala akibat hukumnya,” tulis kuasa hukum Margriet dalam permohonan.

Tags:

Berita Terkait