Bantuan Hukum dalam Organisasi Keagamaan
Fokus

Bantuan Hukum dalam Organisasi Keagamaan

Semakin banyak organisasi keagamaan yang membentuk LBH, atau LBH menggunakan identitas keagamaan. Bagaimana mereka menjalankan program bantuan hukum?

Mys
Bacaan 2 Menit

Fokus utama LBH keagamaan juga berbeda. LBH Budhis, kata Ketua lembaga ini, Budiman, masih lebih fokus pada penyuluhan hukum. Sebagai organisasi yang baru dibentuk, LBH Budhis, belum menerima permohonan untuk litigasi kasus. “Tapi kalau nanti ada kasus yang butuh litigasi, ya kita jalani,” kata Budiman kepada hukumonline.

Bantuan Hukum Front, lembaga bantuan hukum di bawah bendera Front Pembela Islam (FPI) termasuk yang sudah aktif memberikan advokasi hingga ke pengadilan. Misalnya, ketika mendampingi Bambang Tedi, Ketua FPI Yogyakarta, yang diproses hukum di PN Yogyakarta, Februari-April 2012. Ada pula organisasi keagamaan yang tak memiliki struktur kelembagaan LBH. Kalaupun ada kasus yang menimpa pengurus atau anggota organisasi, mereka menyerahkan kepada pengacara di luar organisasi. Bahkan ada yang dibentuk sesuai kebutuhan saja. M.R. Siahaan, mantan Ketua Biro Hukum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) mengatakan pembentukan biro hukum pada 1989 karena saat itu dianggap perlu. Kalau belakangan biro hukum PGI tak ada lagi ‘bisa jadi (karena) dianggap tidak perlu’.

Posisi dalam UU Bankum

UU No. 16 Tahun 2011memberikan payung hukum pemberian bantuan hukum bagi orang miskin. Mulai berlaku sejak 2 November 2011, UU Bantuan Hukum (UU Bankum) memberi batasan tentang siapa yang berhak menerima bantuan hukum, dan lembaga mana yang berhak memberi. Batasan ini penting karena ke depan negara akan menyediakan dana bantuan hukum dalam APBN. Tentu saja, dana bantuan hukum itu tak boleh dipandang sebagai proyek.

Apakah LBH di organisasi keagamaan termasuk pemberi dana bantuan hukum kepada penerima menurut UU Bankum? Pasal 1 angka 3 menyebutkan Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini. Ada dua batasan yang disebut: (i) lembaga bantuan hukum; atau (ii) organisasi kemasyarakatan atau ormasyang memberikan layanan bantuan hukum. Syarat ormas telah ditentukan dalam UU No. 8 Tahun 1985.

Agar LBH di organisasi keagamaan bisa masuk kategori Pemberi Bantuan Hukum, UU Bankum sudah memberikan syarat. Antara lain harus berbadan hukum, terakreditasi, memiliki kanto atau sekretariat, memiliki pengurus, dan memiliki program bantuan hukum.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, tak semua divisi hukum di organisasi keagamaan memiliki struktur LBH, dan tak semua LBH tersebut memiliki kantor khusus atau sekretariat. Layak tidaknya LBH pada organisasi keagamaan menjadi penerima dana bantuan hukum sangat ditentukan Tim Verifikasi dan Akreditasi yang dibentuk Kementerian Hukum dan HAM.

Tags: