Bantuan Hukum dalam Organisasi Keagamaan
Fokus

Bantuan Hukum dalam Organisasi Keagamaan

Semakin banyak organisasi keagamaan yang membentuk LBH, atau LBH menggunakan identitas keagamaan. Bagaimana mereka menjalankan program bantuan hukum?

Mys
Bacaan 2 Menit

Setahun setelah pendirian LBH, diadakan konperensi yang dihadiri 17 LBH, termasuk dari perguruan tinggi. LBH yang digagas Adnan Buyung Nasution juga terus berkembang, dan kini ada 14 LBH di bawah naungan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Andi Najmi Fuadi, Ketua LPBH NU, mengatakan Pengorganisasi bantuan hukum di lingkungan NU lebih dahulu ada di daerah sekitar 30 tahun silam, baru kemudian dimasukkan ke dalam struktur organisasi pusat. Dengan kata lain, pemberian bantuan hukum kepada kaum nahdliyin sudah dilakukan sebelum LPBH pusat dibentuk.

Abdurrahman – kini hakim agung-- mencatat sejak 1978 ‘terjadi perkembangan yang cukup menarik bagi bantuan hukum di Indonesia’ seiring munculnya LBH dengan berbagai nama. Ada yang sifatnya independen, organisasi yang dibentuk organisasi politik atau ormas, ada pula yang dikaitkan dengan lembaga pendidikan.

Mulyana W. Kusumah, dalam bukunya Bantuan Hukum dan Pemerataan Keadilan (1983: 1) juga mencatat pada 1983 bahwa ada peningkatan empat kali lipat jumlah organisasi yang menyelenggarakan bantuan hukum dibanding sebelum tahun 1978. Ada lima wadah yang dicatat Mulyana, yakni: (i) LBH yang bernaung di bawah fakultas hukum; (ii) bantuan hukum yang dibentuk organisasi profesi advokat; (iii) LBH yang dibentuk kekuatan sosial politik tertentu; (iv) LBH yang dibentuk kelompok-kelompok kepentingan; dan (v) organisasi bantuan hukum yang dibentuk oleh kelompok sosial tertentu.

Salah satu penyebab menjamurnya lembaga pemberi bantuan hukum seperti disinggung Abdurrahman dan Mulyana adalah dukungan finansial yang diberikan baik pemerintah pusat maupun daerah.

Ada plus minus atas kehadiran lembaga bantuan hukum pada organisasi keagamaan. Abdurrahman mengatakan “kenyataan semacam itu dapat menimbulkan beberapa kemungkinan, dapat dilihat secara positif dapat pula dilihat negatif dalam arti dapat menghilangkan atau menjadikan menyimpangnya ide bantuan hukum dalam praktek”.  Namun salah satu pertanyaan yang diajukan Prof. Soerjono Soekanto (alm), dalam bukunya Bantuan Hukum, Suatu Tinjauan Sosio Yuridis (1983: 118), apakah menjamurnya LBH tersebut sebagai bukti bantuan hukum untuk golongan tidak mampu atau miskin sudah membudaya? “Tidaklah mudah menjawab pertanyaan itu,” tulis Soerjono. 

Penyuluhan hingga litigasi

Memang tidak mudah menjawab apakah LBH pada organisasi keagamaan efektif atau tidak. Yang jelas, kehadirannya dibutuhkan masyarakat. Apalagi sebagian besar LBH tersebut menerapkan kebijakan lintas agama. Penganut agama lain pun boleh dibantu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: