Baleg Ajukan Revisi UU Peradilan Agama
Utama

Baleg Ajukan Revisi UU Peradilan Agama

Selain mengatur soal pengalihan organisasi dan finansial dari Departemen Agama kepada MA, RUU ini juga memperbaiki pasal yang selama ini dinilai melecehkan institusi Pengadilan Agama.

Amr
Bacaan 2 Menit

Misalnya, papar para pengusul, dalam suatu gugatan cerai oleh isteri yang digabungkan dengan harta bersama dalam perkawinan ataupun dalam perkara warisan, sehingga merugikan isteri yang akan minta cerai atau para ahli waris terhadap barang warisan.

Oleh karena itu, dengan perubahan terhadap Pasal 50 UU No.7/1989 tersebut Pengadilan Agama tetap dinyatakan tetap berwenang memeriksa perkara dimaksud sepanjang pihak-pihak yang mendalilkan adanya perkara milik atau perdata lainnya tersebut merupakan subyek hukum yang ditentukan dalam Pasal 49 yaitu orang-orang yang beragama Islam.

Berikut persandingan rumusan Pasal 50 UU No.7/1989 dengan Pasal 50 RUU Perubahan UU No.7/1989 adalah sebagai berikut: 

UU No7/1989

RUU Perubahan UU No.7/1989

Pasal 50

Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau keperdataan lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai obyek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum apabila subyek hukumnya bukan lagi antara orang-orang yang beragama Islam.

Pasal 50

(1)   Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau keperdataan lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai obyek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum apabila subyek hukumnya bukan lagi antara orang-orang yang beragama Islam.

(2)   Dalam hal terjadi sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, obyek yang menjadi sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama

Dimintai tanggapannya, pengajar mata kuliah Hukum Islam pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Neng Djubaedah menyatakan persetujuannya terhadap perubahan ketentuan Pasal 50 UU No.7/1989. Bahkan, Neng menilai bahwa Pasal 50 bukan hanya menyebabkan inefisiensi dalam berperkara di Pengadilan Agama. Ia menganggap rumusan Pasal 50 sebagai pelecehan terhadap Pengadilan Agama itu sendiri.

"Karena berarti itu seolah-olah hak para hakim pengadilan agama itu tidak mampu menyelesaikan masalah sengketa yang berkaitan dengan harta pihak ketiga," cetus Neng ketika dihubungi hukumonline.

Tags: