Bagi Buruh, Kejamnya Ibukota Tak Sekejam Putusan Pailit
Berita

Bagi Buruh, Kejamnya Ibukota Tak Sekejam Putusan Pailit

Masalah 'klasik' kembali mencuat. Buruh PT. Sinar Apparel International cuma bisa 'gigit jari' melihat kurator membagi harta pailit kepada para kreditur lain?

IHW
Bacaan 2 Menit

 

Bagi Rata?

Praktiknya, ketika seluruh aset perusahaan hanya bisa untuk membayar utang kepada negara atau utang kepada kreditur pemegang jaminan (separatis), kreditur lain termasuk buruh terpaksa gigit jari.

 

Dua orang peneliti Pusat Studi Hukum Kebijakan PSHK, Imam Nasima dan Eryanto Nugroho, menyatakan bahwa Pasal 39 Ayat (2) UU Kepailitan memang menempatkan pembayaran upah buruh sebagai hal yang harus didahulukan. Itu pun dengan catatan, yaitu ketika harta pailit masih tersisa setelah utang kepada negara dan kreditur separatis sudah dibayarkan terlebih dulu.

 

J. Johansyah, mantan Hakim Agung, dalam papernya berjudul ‘Kreditor Preferen dan Separatis Serta Tinjauan Penjaminan Utang' seperti pernah dikutip hukumonline,  menegaskan bahwa dalam kepailitan dikenal prinsip umum paritas creditorium. Artinya, semua kreditor mempunyai hak yang sama atas pembayaran dan hasil kekayaan debitor pailit yang dibayarkan secara proporsional menurut besarnya tagihan mereka.

 

Pada kesempatan lain, Tri Harnowo, peneliti pada Pusat Pengkajian Hukum (PPH) mengungkapkan, pada praktiknya, negosiasi setelah putusan pailit antara buruh dengan negara sebagai pemungut pajak dapat memecahkan kebuntuan mengenai antrean kreditur itu.

 

Menurut Tri, baik buruh maupun pajak sama-sama memiliki kelebihan masing-masing. Buruh memiliki kelebihan dengan pendudukan aset perusahaan pailit. Sementara petugas pajak bisa mengajukan sita. Siapa yang mau beli hasil pelelangan kalau aset sedang diduduki pekerja atau sedang berada di bawah sita negara, tambahnya saat itu.

 

Tags: