Asas Persiapan Tindak Pidana dalam KUHP Baru, Antara Ancaman dan Potensi Terobosan
Terbaru

Asas Persiapan Tindak Pidana dalam KUHP Baru, Antara Ancaman dan Potensi Terobosan

Untuk mencegah agar asas baru ini tidak dijadikan alat kriminalisasi, harus ada pembatasan pada penerapannya, yang menurut Pasal 15 ayat (2) KUHP Baru hanya diterapkan pada pasal-pasal tertentu, yang secara tegas menyatakan dalam bentuk persiapan delik tersebut dapat dipidana.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Forum Kajian Dunia Peradilan (FKDP), Sabtu (13/7). Foto: Istimewa
Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Forum Kajian Dunia Peradilan (FKDP), Sabtu (13/7). Foto: Istimewa

Salah satu isu menarik pada UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru) adalah terkait asas baru dalam Pasal 15 dan 16. Fokus utama dalam kedua pasal ini adalah terkait potensi masalah dan terobosan yang mungkin terjadi melalui penerapan asas persiapan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 15 dan 16 KUHP Baru.

Menurut Hakim Pengadilan Negeri Lubuk Basung, Sumatera Barat, Yoshito Siburian, asas persiapan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 15 dan 16 UU KUHP Baru tersebut bisa diterapkan dalam tiga kondisi. Pertama, ketika pelaku berusaha mendapatkan atau menyiapkan sarana berupa alat. Kedua, saat mengumpulkan informasi atau menyusun perencanaan tindakan. Ketiga, melakukan tindakan serupa yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi untuk dilakukannya suatu perbuatan yang secara langsung ditujukan bagi penyelesaian Tindak Pidana.

Syarat-syarat tersebut bersifat bersifat alternatif sehingga memenuhi salah satu saja sudah dapat dianggap melakukan persiapan tindak pidana. Tidak seperti percobaan atau tindak pidana lainnya, persiapan ini merupakan ranah not to enforce atau yang dulunya adalah bagian kronologis awal dari sebuah kejadian tindak pidana, dan tidak mengambil peranan utama dalam suatu perkara. Secara logika umum, persiapan terjadi pada saat belum ada tindakan permulaan atau bahkan belum ada unsur delik yang dipenuhi pelaku sama sekali.

Baca Juga:

Namun untuk mencegah agar asas baru ini tidak dijadikan alat kriminalisasi, Yoshito menilai harus ada pembatasan pada penerapannya yang menurut Pasal 15 ayat (2) KUHP Baru hanya diterapkan pada pasal-pasal tertentu, yang secara tegas menyatakan dalam bentuk persiapan delik tersebut dapat dipidana.

Sehingga ada beberapa kondisi yang menurut Yoshito tepat mendeskripsikan tindak pidana apa saja yang dapat dipidana dengan asas persiapan antara lain: hanya bisa diterapkan apabila ditentukan secara tegas dalam Undang-undang; untuk kejahatan yang sangat serius mengorbankan kepentingan hukum orang banyak. 

Kemudian persiapan diarahkan untuk kejahatan demikian karena orang dapat menerka tindakan awal yakni dalam rangka penyelesaian suatu tindak pidana; dan tanpa pencegahan akan menambah korban dalam jumlah banyak baik fisik, psikis maupun ekonomis, kemudian untuk suatu perbuatan yang secara konkret menurut logika umum tingkat probabilitasnya rendah untuk melenceng dari tujuan melakukan tindak pidana.

Tags:

Berita Terkait