Argumen Dua Fraksi Tolak RUU Cipta Kerja
Berita

Argumen Dua Fraksi Tolak RUU Cipta Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto membuka peluang dialog untuk menerangkan secara jelas terkait RUU Cipta Kerja ini terhadap Fraksi Demokrat dan PKS.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Tak hanya itu, perlindungan bagi pekerja tetap diberikan. RUU Cipta Kerja mengamanatkan pelaksanaan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Terkait persyaratan pemutusan hubungan pekerjaan (PHK) tetap sesuai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Airlangga pun menampik tudingan adanya penghapusan sejumlah hak pekerja. Misalnya, hak pekerja seperti hak cuti haid, cuti hamil tetap ada sebagaimana diatur UU Ketenagakerjaan.

Ketua Umum Partai Golkar itu pun menegaskan, RUU Cipta Kerja memberikan peran terhadap Pemda dalam proses pemberian perizinan sesuai dengan norma standar prosedur kriteria dari pemerintah pusat serta rancangan tata ruang wilayah dengan kebijakan satu peta.

Menolak keras

Sementara dua fraksi yakni PKS dan Demokrat sejak awal sudah menolak keras terhadap sejumlah materi muatan dalam RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan. Angota Baleg dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa beralasan penolakan berdasarkan adanya cacat substansi dalam RUU Cipta Kerja. Baginya, arah dan jangkauan pengaturan RUU Cipta Kerja telah berdampak terhadap sekitar 78 UU.  

Dia menilai substansi pengaturan dalam RUU Cipta Kerja berdampak terhadap praktik ketatanegaraan dan pemerintahan di Indonesia, sehingga memerlukan sejumlah pertimbangan mendalam. “Apakah aspek formil dan materil dari undang-undang tersebut sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang kita sepakati bersama?”

Banyak materi muatan dalam RUU Cipta Kerja ini semestinya disikapi dengan kecermatan dan kehati-hatian. Sebab, pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang tidak runtut dalam waktu yang pendek menyebabkan ketidakoptimalan dalam pembahasan. Padahal, RUU tersebut akan memberikan dampak luas bagi banyak orang.

Menurutnya, RUU Cipta Kerja tak tepat membaca situasi, tidak akurat dalam diagnosis, dan tidak pas dalam menyusun resep. Meski alasan pemerintah berkutat pada soal investasi, pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam RUU Cipta Kerja bukanlah masalah-masalah utama yang selama ini menjadi penghambat investasi.

Misalnya, ketidaktepatan formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan atas analisa yang komprehensif. Dalam pembahasan hanya melihat aspek ketidakberdayaan pengusaha karena nilai maksimal jumlah pesangon itu kerap menjadi momok bagi pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja/buruh yang di-PHK.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait