Arbitrase Asing: Dulu, Kini dan Nanti Oleh: A Haryono
Ceritanya Orang Hukum

Arbitrase Asing: Dulu, Kini dan Nanti Oleh: A Haryono

​​​​​​​Arbitrase masih menyimpan banyak masalah yang membuat Indonesia terkenal sebagai negara yang sulit untuk mengeksekusi putusan arbitrase, khususnya arbitrase asing.

Hukumpedia
Bacaan 2 Menit

 

PERMA No. 1/1990 pun memberikan ketentuan cukup jelas terkait putusan-putusan apa saja yang dapat dilaksanakan di Indonesia. Pembatasan tersebut sejalan dengan Konvensi New York dan pernyataan Indonesia pada saat ikut dalam konvensi tersebut yaitu:

 

"Pursuant to the provision of art. I (3) of the convention, the government of the Republic of Indonesia declares that it will apply the convention on the basic of reciprocity, to the recognition enforcement of award made only in the another contracting state, and that it will apply the convention only to differences arising out of legal relationship weather contractual or not, which are considered as commercial under the Indonesian Law."

 

Selain itu, ditunjuk pula Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang secara relatif dalam melaksanakan putusan arbitrase asing di Indonesia. Merujuk pada penjelasan konsep PERMA No. 1/1990 tersebut, ditunjuknya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memudahkan pengawasan bagi Mahkamah Agung karena eksekusi putusan asing merupakan hal baru bagi Hakim Indonesia.

 

Pasca keluarnya PERMA tersebut terdapat satu putusan arbitrase asing yang pertama kali memperoleh eksekuatur. Penetapan Mahkamah Agung RI No. 1/Pen/Exr/Arb.Int/Pdt/1991 menjadi tonggak sejarah eksekusi putusan arbitrase asing di Indonesia dan pembelajaran berharga bagi masyarakat hukum di Indonesia.

 

Dalam perkara eksekusi putusan arbitrase London antara E.D. & F.MAN (SUGAR) Ltd., melawan Yani Haryanto ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menerbitkan eksekuatur dan menyatakan putusan arbitrase tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia. Namun perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase tersebut bertentangan dengan hukum Indonesia dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Oleh karena itu Mahkamah Agung berpendapat putusan arbitrase asing tersebut tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.

 

Sembilan tahun setelah dikeluarkannya PERMA 1/1990, akhirnya dikeluarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ("UU Arbitrase"). Terkait putusan arbitrase asing tidak banyak diatur di dalamnya. Tidak jauh dengan ketentuan dalam PERMA 1/1990, syarat pelaksanaan hanya ditambah satu pasal yaitu ketika Negara Indonesia menjadi pihak maka eksekuaturnya harus dikeluarkan oleh MARI. Selain itu dikukuhkan pula dalam UU Arbitrase bahwa kompetensi relatif eksekusi putusan arbitrase asing adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Jika alasan-alasan dan syarat-syarat dalam PERMA 1/1990 dan UU Arbitrase terpenuhi maka pengadilan biasanya tidak dapat menolak melakukan eksekusi. Sehingga bisa dikatakan sampai pada tahap untuk mendapatkan eksekuatur sudah benar dan tidak ada masalah yang berarti. Namun saat ini pengadilan cenderung berlebihan dalam penerapan prinsip kehati-hatian (precautionary principle). Sikap pengadilan ini sering dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengajukan bermacam gugatan dan perlawanan hanya untuk sekedar menunda pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia.

Tags:

Berita Terkait