Antara Proses Hukum dan Restorative Justice Oknum Peneliti BRIN
Terbaru

Antara Proses Hukum dan Restorative Justice Oknum Peneliti BRIN

Menghalalkan darah samahalnya dengan ancaman membunuh. Kendati sudah meminta maaf serta bakal digelar sidang etik, proses hukum oleh aparat kepolisian harus ditegakkan sebagai bukti negara hadir melindungi warga negaranya dari ancaman.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua Fraksi PAN di DPR, Saleh Partaonan Daulay. Foto: dpr.go.id
Ketua Fraksi PAN di DPR, Saleh Partaonan Daulay. Foto: dpr.go.id

Perbedaan pandangan dalam penetapan 1 Syawal dalam setiap perayaan Idul Fitri di tanah air menjadi hal wajar yang perlu disikapi dengan lapang dada dan bijak. Tapi masih ada pihak yang bersikap kerdil dengan melihat perbedaan. Sepertihalnya peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin yang berkicau di media sosial bernada ancaman terhadap warga Ormas Keagamaan Muhammadiyah. Sontak warga Muhamamdiyah pun geram dan bakal memboyong ke ranah hukum. Kalangan parlemen pun angkat bicara.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay geram dengan kicauan peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin di media sosial yang mengancam bakbal menghalalkan darah semua warga Muhammadiyah. Sebab sebagai peneliti di lembaga negara bidang riset tak pantas mengeluarkan pernyataan tersebut, apalagi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Betul-betul aneh. Mereka kan bekerjanya sebagai ASN. Mestinya, bekerja secara profesional. Tidak memihak pada satu paham keagamaan atau kelompok organisasi,” ujarnya kepada Hukumonline, Rabu (26/4/2023).

Baca juga:


Dia menilai ancaman yang disampaikan menodai kerukunan umat beragam. Baginya, ‘menghalalkan darah’ samahalnya dengan ancaman membunuh. Pernyataan tersebut menjadi amat serius dan berbahaya. Terhadap perbuatan tersebut mestinya bukanlah delik aduan. Tetapi aparat penegak hukum mestinya segera melakukan langkah antisipatif. Setidaknya pelaku diamankan terlebih dahulu untuk dimintai keterangan atas pernyataan tersebut.

Bagi Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) di DPR itu berpandangan, di Indonesia, berbeda agama menjadi hal biasa. Sebab semua kalangan pun saling menghormati. Menurutnya, semua hari besar umat beragama dirayakan dengan baik, bahkan dijadikan hari libur bersama.  Menariknya bagi yang berbeda agama pun saling menghormati dan menghargai perbedaan.  

“Kenapa yang hanya berbeda metode penentuan 1 Syawal malah hampir seperti mau perang? Perbedaan itu malah bukan hanya sekali ini terjadi. Sudah puluhan kali. Dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia, di negera lain pun ratusan negara merayakan lebaran tanggal 21 April 2023,” katanya.

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah itu menilai, kendatipun Andi Pangerang Hasanuddin sudah meminta maaf, tapi aparat penegak hukum mesti memeriksa bersangkutan. Insiden tersebut tak boleh lagi berulang di kemudian hari. Atas dasar itulah penegakan hukum mesti ditegakan. Setidaknya negara hadir dalam melindungi seluruh warga negara. Apalagi, warga Muhammadiyah yang telah berkontribusi bagi bangsa sebelum Indonesia merdeka.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait