Alokasi APBN Tidak Tepat, Penyelewengan Dana non-Budgeter Marak
Berita

Alokasi APBN Tidak Tepat, Penyelewengan Dana non-Budgeter Marak

Praktik penyelewengan dana non-budgeter dapat terjadi karena perencanaan anggaran dilakukan secara tidak tepat.

CR-3
Bacaan 2 Menit
Alokasi APBN Tidak Tepat, Penyelewengan Dana non-Budgeter Marak
Hukumonline

 

Dana non-budgeter ada karena APBN sebagian besar dialokasikan untuk hal-hal yang tidak perlu seperti pembayaran utang negara, rekapitulasi perbankan nasional atau biaya 'perang saudara' seperti di Aceh atau Ambon, cetus Anwar. 

 

Ditegaskannya, penyelewengan dana non-budgeter paling sering terjadi saat pengadaan barang di suatu instansi. Anwar mengemukakan pendapat ini berdasarkan temuan World Bank sebagaimana tercantum dalam buku Corruption in Indonesia.    

 

Pada kesempatan yang sama, Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Suryohadi Djulianto mengatakan penyelewengan dana non-budgeter merupakan dampak dari perencanaan anggaran yang tidak tepat. Suryohadi mencontohkan biaya perjalanan dinas yang diperoleh aparat negara seringkali tidak realistis karena perencanaan awalnya salah.

 

Perjalanan dinas dua minggu tapi biaya yang diberikan untuk satu minggu. Alhasil, pegawai tersebut mencari sumber lain yang bisa jadi ilegal, kata Suryohadi.

 

Suryohadi menambahkan peran pengawas sangat penting dalam mengontrol penyelewengan dana non-budgeter. Individu yang melakukan pengawasan harus memiliki integritas dan tidak memanfaatkan jabatannya untuk melakukan kolusi dengan pihak yang diperiksa.

Demikian benang merah yang dapat ditarik dalam Dialog Interaktif Korupsi Dana Non-Budgeter yang diselenggarakan Komisi Hukum Nasional (KHN). Ketua  KHN Prof. J. E. Sahetapy dalam pidatonya mengatakan bahwa praktik penyelewengan dana non-budgeter (di luar APBN, red.) memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Menurut Sahetapy, penyelewengan-penyelewengan tersebut mencapai puncaknya pada era orde baru.

 

Ia menyebutkan sejumlah penyelewengan dana non-budgeter yang menjadi perhatian masyarakat, seperti yang terjadi di Bulog yang menyeret mantan Menperindag Rahardi Ramelan dan hibah dari negara Brunei Darussalam di era Presiden Abdurrahman Wahid.

 

Isu dana non-budgeter ini relevan untuk diangkat lagi sehubungan munculnya sejumlah kasus seperti penyelewengan Dana Abadi Umat di Departemen Agama dan juga kasus 15 rekening perwira Polri baru-baru ini, kata Sahetapy.

 

Senada dengan Sahetapy, advokat senior Adnan Buyung Nasution yang bertindak sebagai salah satu peserta dialog, juga mengatakan bahwa isu dana non-budgeter bukan merupakan hal yang baru. Buyung sependapat bahwa sejarah dana non-budgeter dimulai sejak era orde lama.  Zaman Orla sudah ada dana yang dinamakan dana revolusi, tapi sampai sekarang tidak pernah dibongkar kasusnya, ujar Buyung.

 

Perencanaan yang tidak tepat

Sementara itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution memaparkan bahwa dana non-budgeter ada karena anggaran negara yang tertuang dalam (APBN) tidak dapat memenuhi seluruh usulan anggaran yang diajukan suatu instansi. Alhasil, instansi tersebut mencari sumber dana lain di luar APBN, misalnya Kepolisian yang memiliki sumber Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa pungutan untuk proses pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Tags: