Alasan ‘Novum’ Ini, KPU Bakal Larang Mantan Koruptor Ikut Pilkada
Berita

Alasan ‘Novum’ Ini, KPU Bakal Larang Mantan Koruptor Ikut Pilkada

KPU mengajukan larangan pencalonan mantan terpidana korupsi karena pemilihan untuk pemimpin tunggal yang harus mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik.

Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit

 

Arief menegaskan pihaknya akan memasukkan larangan pencalonan mantan terpidana kasus korupsi sebagai calon kepala daerah ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum.

 

Seperti diketahui, sejak beberapa bulan lalu, KPU kembali menggulirkan wacana larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi pejabat publik. Setelah larangan mantan koruptor menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019 lalu, kini wacana larangan mantan narapidana koruptor untuk menjadi calon kepala daerah dalam Pilkada 2020 mendatang.

 

Sebelumnya, Komisi II DPR periode 2014-2019 sudah mengingatkan jika KPU ingin membuat peraturan KPU yang memasukkan aturan larangan mantan narapidana koruptor menjadi calon kepala daerah asal tidak “menabrak” peraturan perundang-undangan diatasnya yakni UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (UU Pilkada). Artinya, usulan ini mesti dikonsultasikan terlebih dahulu dengan komisi terkait karena ini menyangkut usulan adanya revisi UU Pilkada.

 

“Bagaimana nanti tanggapan DPR, tentu melihat urgensinya,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (1/8/2019) lalu. Baca Juga: MA Diminta Segera Akhiri Polemik Larangan Eks Koruptor Nyaleg

 

Menurutnya, jika peraturan KPU yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon kepala daerah tidak sesuai dengan UU No.10 Tahun 2016, maka UU Pilkada itu perlu direvisi. Persoalannya, untuk merevisi UU 10/2016 hanya dapat dilakukan DPR periode 2019-2024 mendatang. “Bila hendak digunakan kewenangan Presiden dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pun harus memenuhi syarat-syaratnya. Ini bisa dilihat dalam UU 10/2016,” saran dia.

 

Senada, Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai KPU hanya pelaksana dari UU, bukan pembuat aturan setingkat Undang-Undang. Menurutnya, KPU dapat membuat aturan turunan dari delegasi pelaksanaan UU Pilkada. Karena itu, peraturan yang dibuat KPU tak boleh bertentangan dengan UU diatasnya atau mengacu UU No. 10/2016.

 

Dia mengingatkan kewenangan membuat aturan larangan mantan narapidana koruptor ikut Pilkada 20201 ada di tangan DPR, bukan KPU. Menurutnya, tugas KPU wajib menjaga administrasi penyelenggaraan pemilu/pilkada saja. Sebab, pembatasan hak warga negara menjadi kewenangan pembentuk UU. “Jangan merampas hak orang menggunakan peraturan KPU. Jangan (pula) ikut membuat politik penyelenggaraan pemilu, karena itu wilayahnya DPR, domain politik,” katanya mengingatkan.   

Tags:

Berita Terkait