Akhirnya, OJK Terbitkan 3 Peraturan Tentang Penerbitan Obligasi dan Sukuk Daerah
Utama

Akhirnya, OJK Terbitkan 3 Peraturan Tentang Penerbitan Obligasi dan Sukuk Daerah

Tiga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 61, 62, dan 63 Tahun 2017 mengatur proses penerbitan obligasi daerah dan/atau sukuk daerah wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada OJK, persetujuan Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

“Kami berharap Pemerintah Daerah dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan tentu didukung infrastruktur organisasi yang memadai, sehingga dapat mengelola Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah,” kata Wimboh.

 

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah pada Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin mengapresiasi langkah OJK mendorong salah satu tujuan otonomi daerah, yakni mendorong kemandirian daerah. Menurut Pasal 300 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemda diberikan wewenang untuk menerbitkan obligasi daerah sebagai upaya menutupi defisit keuangan daerah serta membuat daerah tidak hanya bergantung dari APBD dan pendapatan sah daerah lainnya termasuk pinjaman daerah lain maupun lembaga keuangan bank dan non-bank.

 

“Dengan obligasi daereh, daerah dapat memiliki alternatif pendanaan untuk bangun sarana dan prasarana dalam mendukung pelayanan publik seperti air minum, rumah sakit, pasar tradisional, dll. Obligasi juga dapat mempercepat laju daerah,” kata Syarifuddin di tempat yang sama.

 

Baca:

 

Pisau Bermata Dua

Senada dengan Wimboh, Kementerian Dalam Negeri juga mewanti-wanti agar Pemda lebih transparan dalam mengelola APBD terutama ketika menerbitkan obigasi daerah atau sukuk daerah. Sebab, kata Syarifuddin, obligasi daerah menjadi pinjaman jangka panjang daerah di mana daerah setiap tahunnya hingga jangka waktu yang disepakati harus membayar utang pokok sekaligus bunganya. Sehingga, penerbitan obligasi daerah atau sukuk daerah tersebut harus dipertimbangkan dan diperhatikan dengan cermat sehingga tetap sesuai dengan tujuan awalnya yakni sebagia alternatif pembiayaan untuk daerah.

 

“Ini bisa jadi pisau bermata dua. Di satu sisi, tingkatkan kemampuan daerah tapi kalau tidak bisa dapat membahayakan kelangsungan investasi di daerah. Untuk meminimalisi dalam pelaksanaan, secara kesinambungan perlu mendapat pertimbangan dari Mendagri dan persetujuan Menkeu serta OJK,” kata Syarifuddin.

 

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan regulasi obligasi daerah dan/atau sukuk daerah merupakan upaya panjang yang dilakukan regulator semenjak tahun 2004 silam. Bahkan saat itu Kementerian Keuangan sebelum berdirinya OJK sampai mengerahkan lima unit eselon untuk merancang dan menyusun aturan penerbitan obigasi daerah dan sukuk daerah tersebut. Meski begitu, Mardiasmo mengatakan, perlu diperhatikan lebih dalam terkait teknis penerbitan obligasi misalnya terkait kupon dan pengelolaan portofolio obligasi itu sendiri.

Tags:

Berita Terkait