Akhiri Polemik Perpanjangan PKP2B, Kembali ke UU Minerba
Berita

Akhiri Polemik Perpanjangan PKP2B, Kembali ke UU Minerba

UU Minerba memberikan pedoman bagi perusahaan PKP2B jika izinnya telah berakhir.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Redi menjelaskan bahwa ketentuan UU Minerba sejatinya merupakan amanat Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa sumber daya alam harus dikuasai oleh negara. Salah satu insrumen penguasaan negara yaitu melalui fungsi pengelolaan (beheersdaad) yaitu penguasaan negara melalui peranan BUMN dalam mengelola sumber daya alam.

Selain itu, UU Minerba juga telah mengatur mengenai luas wilayah, yaitu paling banyak 15.000 hektare terhadap IUPK Operasi Produksi Batubara. Hal ini diatur dalam Pasal 62 UU Minerba. Sementara luas wilayah yang diberikan oleh Kementerian ESDM kepada PT Tanito Harum melebihi batas 15.000 hektare, yaitu sekitar 30.000 hektare lebih. Untuk itu Redi menilai Surat Keputusan Menteri ESDM yang memberi perpanjangan PKP2B kepada PT Tanito Harum berpotensi menabrak Pasal 62 UU Minerba yang menyatakan. “Pemegang IUP Operasi Produksi batubara diberi WIUP dengan luas paling banyak 15.000 hektare,” ujar Redi.

Redi mengingatkan terkait kedua hal ini, seharusnya menjadi catatan bagaimana perusahaan PKP2B diperlakukan dalam pengusahaan batubara. Redi menyarankan bekas perusahaan PKP2B agar tetap beroperasi. Salah satu caranya dengan membentuk perusahaan patungan bersama BUMN pemegang IUPK untuk mengusahakan konsesinya. Hal ini menurut Redi memungkinkan, karena diatur dalam Pasal 7A PP No. 24 Tahun 2012 yang menyebutkan pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.

Pihak lain dimaksud meliputi badan usaha yang 51% atau lebih sahamnya tidak dimiiki oleh pemegang IUP atau IUPK. Artinya apabila dibentuk perusahaan patungan antara BUMN tambang dengan perusahaan eks-pemegang PKP2B dengan saham mayoritas oleh BUMN, hal ini dapat dilakukan. Dengan begitu, tidak ada ketentuan  perundang-undangan yang ditabrak.

Redi menyebutkan beberapa ketentuan UU Minerba yang harus diperhatikan agar tidak sampai ditabrak, antara lain: pertama PKP2B hanya berlaku pada masa berlakunya PKP2B. kedua, kesepakatan yang ada dalam PKP2B hanya mengikat pada saat jangka waktu PKP2B berlaku, apabila berakhir maka harus tunduk pada rezim UU Minerba. Ketiga, PKP2B tidak dapat langsung berubah menjadi IUPK. Keempat, untuk mendapatkan IUPK, proses pendapatannya melalui prosedur hukum yang telah ditetapkan dalam UU Minerba dengan hak prioritas BUMN untuk mengusahakannya. Kelima, luas wilayah IUPK untuk operasi produksi hanya sebesar 15.000 hektare.

(Baca juga: 3 Isu Terkait Arah Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral).

Ia mengingatkan ketentuan pidana dalam UU Minerba. Jika ada pemberian IUPK yang tidak sesuai dengan ketentuan UU Minerba, misalnya mengenai tahapan pemberian dan luasan wilayah, perbuatan ini dapat dianggap melanggar UU Minerba, bahkan dapat dikenai ketentuan pidana pertambangan. Pasal 166 UU Minerba mengatur: “Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.

Tags:

Berita Terkait