Akal-akalan agar APBD Tetap Mengucur
Badan Hukum Sepak Bola

Akal-akalan agar APBD Tetap Mengucur

Surat Mendagri yang berisi pelarangan penggunaan dana APBD secara rutin bagi klub sepak bola memang sudah terbit. Namun, pengurus klub coba mengakalinya dengan mengubah klub menjadi badan hukum.

Ali/Kml
Bacaan 2 Menit

 

Direktur Eksekutif Indonesian Sports Law Institute Hinca Panjaitan juga sependapat dengan Ramli. Menurutnya dengan mengubah bentuk menjadi badan hukum, klub sepakbola bisa saja mendapat APBD kembali secara rutin. Syaratnya, badan hukumnya sebaiknya berbentuk BUMD (Badan Hukum Milik Daerah). Yang dilarang secara rutin kan hibah, sedangkan bila berbentuk BUMD namanya penyertaan modal, jelasnya kepada hukumonline.

 

Misalnya, lanjut Hinca, saham daerah 30 persen dan swasta 70 persen. Nanti akhir tahun akan dilihat keuntungannya masuk pos pemasukan, kemudian akan keluar lagi melalui pos pengeluaran. Kalau daerah punya perusahaan air minum (PDAM, red), kenapa tak ada perusahaan sepak bola? jelasnya. Perusahaan air minum itu kebutuhan, sedangkan sepak bola ialah hiburan rakyat tanpa strata, ungkapnya mencoba menyamakan.

 

Berbeda dengan Maksud Awal

Sebagai catatan, aturan klub sepak bola di Indonesia harus berbadan hukum tercantum dalam Manual Liga Indonesia 2007 terbitan BLI. Karena klub sepak bola belum siap, maka aturan tersebut disiapkan untuk liga super tahun depan, ujar Tigor. Tapi pandangan Ramli dan Hinca yang tetap keukeuh menggunakan dana APBD ini sepertinya bertentangan dengan maksud awal dari diterbitkannya aturan tersebut.

 

Manual Liga Indonesia 2007

Pasal 2

Aspek Legal dan Data Klub Lainnya 

1. Setiap klub peserta kompetisi diwajibkan berbadan hukum, dibuktikan dengan kelengkapan dokumen-dokumen sebagai berikut:

     a. Akta Pendirian beserta perubahan-perubahannya;

     b. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Klub;

     c. Struktur Kepengurusan klub.

 

Tigor menjelaskan niat awal dikeluarkannya aturan tersebut agar klub sepak bola dapat lepas dari APBD. Niat kita untuk menciptakan sepak bola industri, ujarnya. Menurutnya bila status klub tersebut menjadi PT maka akan memudahkannya mencari dana sendiri untuk menghidupi klub.

 

Tigor berharap klub-klub bisa mandiri terutama dari segi keuangan. Tak bergantung dari pemerintah lagi, ujarnya. Meski begitu, lanjutnya, sumbangan dari APBD masih tetap perlu dalam skala tertentu. Tetapi lebih pada urusan infrastruktur. Seperti pembangunan stadion atau lapangan latihan,  jelasnya.

 

Setelah Ramli dan Hinca lebih condong pada BUMD serta Tigor dengan PT untuk mewujudkan kemandirian, bagaimana dengan badan hukum lainnya? Pengamat Yayasan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Eryanto Nugroho angkat bicara.

Tags: