Ahli: Mesti Bedakan Pendapat dan Ujaran Kebencian
Berita

Ahli: Mesti Bedakan Pendapat dan Ujaran Kebencian

Penerapan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE, negara wajib melindungi semuanya, termasuk kelompok masyarakat kategori di luar suku, agama, dan ras (SAR).

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Karena itu, negara berkewajiban memastikan penyebaran ujaran kebencian ini tidak boleh berkembang menjadi kekerasan faktual. “Di situlah pentingnya keberadaan pasal ini,” tegas Hendri.

 

Menurutnya, Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE negara wajib melindungi semuanya, termasuk kelompok masyarakat kategori di luar suku, agama, dan ras (SAR). Sementara kategori antargolongan terkait berkembangnya masyarakat yang memunculkan berbagai golongan tertentu, bukan berarti dibiarkan oleh negara.

 

“Jika dibatasi SAR, siapa yang melindungi pengelompokan golongan berdasarkan strata ekonomi, gender, teknologi, politik dan lainnya? Maka, mencoret konsep SARA menjadi SAR, adalah masalah serius karena hal ini akan berpotensi pada kekacauan dan negara akan dinilai diskriminatif dan tidak melakukan kewajiban melindungi warga negaranya,” katanya.

 

Pertahankan ‘golongan’

Sementara itu, Lidwina Inge Nurtjahyo berpendapat ranah antropologi hukum dan sosiologi hukum, kata “golongan” dapat ditemukan ketika membahas satuan dalam masyarakat. Terkait ras, golongan, dan kategori sosial. Ras pada pembentukannya terkait karakterisitik fisiologis, morfologis, dan kinetik.

 

“Kategori sosial ditentukan oleh aspek yang dibentuk pihak luar dalam hal ini pemerintah. Kategori ini digunakan untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan kata ini cenderung  fokus pada pemilahan manusia. Sedangkan, kata ‘golongan’ memiliki kedekatan satu sama lain dan adanya unsur rasa memiliki identitas sama,” tutur Lidwina.

 

“Masalah akan timbul bila mereka yang sama ini membedakan dengan orang lain. Maka, negara punya posisi penting untuk menjaga tidak terjadinya pembeda diantaranya. Bahkan, ‘golongan’ dapat melahirkan politik golongan atau identitas,” jelas Lidwina.

 

Terkait peraturan yang dibuat Pemerintah, Lidwina menekankan perlunya peran negara agar tidak terjadi politik identitas. Dengan demikian, lanjutnya, negara justru wajib mempertahankan kata “golongan” dan memiliki arti seluas-luasnya. Menurutnya, akan selalu terbentuk lapisan (golongan) baru dalam masyarakat dan negara wajib melindungi hal ini. “Maka, sangat tidak tepat menghilangkan kata ‘golongan’ dalam aturan perundang-undangan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait