Advokat Senior Ini Sebut Unsur 'Merugikan Keuangan Negara' Hambat Pemberantasan Korupsi
Utama

Advokat Senior Ini Sebut Unsur 'Merugikan Keuangan Negara' Hambat Pemberantasan Korupsi

Diusulkan agar unsur "yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" dihapus dan mengganti unsur "setiap orang" dengan "pegawai negeri atau penyelenggara negara" dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Dia menilai ketentuan unsur kerugian negara tersebut justru menghambat penindakan atau pemberantasan korupsi tersebut. Hal ini karena penegak hukum harus mencari unsur kerugian negara terlebih dulu. Padahal, dalam perbuatan tipikor sudah ada unsur memperkaya diri sendiri secara melawan hukum.

”Dengan ada frasa ’kerugan negara’, maka APH harus cari unsur kerugian negara dulu,” ujar Mantan Komisioner KPK ini.

Di luar itu, menurut Founding Partner Assegaf Hamzah & Partners ini terdapat kelemahan penggunaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor. Dalam praktiknya, dia melihat aparat penegak hukum terfokus pada unsur ”merugikan keuangan negara” daripada memperkaya diri sendiri dan secara melawan hukum.

Selain itu, pasal tersebut tidak dapat digunakan dalam pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana karena tidak dikenal dalam sistem hukum negara lain sebagai suatu tindak pidana atau tidak memenuhi unsur asas kriminalitas ganda atau double criminality.

Untuk itu, Chandra mengusulkan perlu menghapus Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor. Kemudian, perlu mengganti rumusan pasal tersebut dengan rumusan baru berdasarkna norma yang termuat dalam article 19 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Misalnya, menghilangkan frasa ”yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” dan mengganti frasa ”setiap orang” dengan kata ”pegawai negeri atau penyelenggara negara” dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.  

Terdakwa juga dapat dijatuhi hukuman pidana tambahan berdasarkan Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor yaitu berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. ”Terdakwa jangan dituntut hukuman pidana penjara pengganti (subsider),” sarannya.

Dalam kesempatan terpisah, sebelumnya Direktur Antikorupsi Badan Usaha KPK Aminudin mengatakan tak jarang dalam aksi korporasi kerap berujung menimbulkan kerugian keuangan negara yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Untuk itu, dalam aksi korporasi yang menimbulkan korupsi perlu diperjelas batasannya. Menurutnya, dalam aksi korporasi yang berimplikasi korupsi dapat disebabkan karena 6 hal diantaranya.

Tags:

Berita Terkait