Advokat Persoalkan Konstitusionalitas Dewan Pengawas KPK
Berita

Advokat Persoalkan Konstitusionalitas Dewan Pengawas KPK

Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyebut “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Martinus menilai substansi UU KPK sebagai kewenangan menjalankan hukum acara pemberantasan tindak pidana korupsi yang mengatur hak Dewan Pengawas untuk memberikan izin atau tidak memberikan izin pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, penggeledahan, penyadapan, dan lainnya patut dimaknai sebagai kewenangan Dewan Pengawas saja.

 

“Karena organ Dewan Pengawas dibentuk Presiden melalui Peraturan Presiden (Perpres), maka (seolah, red) Dewan Pengawas dalam pemberian izin tersebut bukan sepenuhnya atas dasar wewenangnya, melainkan berdasarkan wewenang Presiden. Artinya, Presiden juga berkuasa atas Dewan Pengawas,” kata Martinus yang hadir didampingi oleh Risof Mario selaku Pemohon II. Baca Juga: Salah Objek, Uji Perubahan UU KPK Kandas

 

Menurut Pemohon, pembuat UU tidak jujur membangun asumsi seolah-olah KPK, lembaga subordinat dari pemerintah. Asumsi ini, kata Martinus, keliru atau (sengaja) dikelirukan pembuat UU yang kemudian membangun kesan cukup alasan bagi pemerintah membentuk organ yang disebut Dewan Pengawas. Padahal, pengertian serumpun pada lembaga eksekutif seharusnya dimaknai selain pemerintah ada lembaga eksekutif lain yang juga menjalankan sifat eksekutifnya di luar pemerintahan (yang independen).

 

“Lembaga serumpun eksekutif itu tidak saling mengatasi (hubungan atasan-bawahan, red), bukan cabang pemerintah, dan tidak dalam posisi subordinat satu sama lain. Untuk itu, para Pemohon melalui petitumnya memohonkan agar Mahkamah menyatakan UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyebut ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’ dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pintanya.  

 

Kedudukan Hukum

Menanggapi permohonan, Anggota Panel Suhartoyo meminta agar Pemohon memperjelas kedudukan hukumnya sebagai perseorangan warga negara yang berprofesi sebagai advokat. Mengingat, dalam permohonan kerugian konstitusional yang dialami belum jelas baik secara faktual maupun potensial.

 

“Mungkin Anda bisa mendapat kuasa dari seseorang yang secara faktual dirugikan dengan berlakunya UU KPK ini. Atau bisa dapat kuasa dari NGO yang memiliki kepedulian terhadap penegakkan UU ini dan ingin membangun penguatan pemerintahan yang bersih. Kalau ada lembaga yang berkiprah di situ, bisa dijadikan Pemohon. Tapi jika advokat, tolong diberi penguatan argumentasi bahwa Anda dalam profesinya ada relevansinya mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya UU KPK ini,” pintanya.

 

Dengan demikian, pengujian Perubahan UU KPK ada enam permohonan. Permohonan pertama diajukan 25 orang yang berprofesi sebagai advokat yang mengajukan uji formil dan materil atas Perubahan UU KPK. Pengujian formil UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan pengujian materiil terhadap Pasal 21 ayat (1) huruf a UU ini terkait konstitusionalitas keberadaan Dewan Pengawas KPK.

Tags:

Berita Terkait