Advokat Persoalkan Konstitusionalitas Dewan Pengawas KPK
Berita

Advokat Persoalkan Konstitusionalitas Dewan Pengawas KPK

Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan UU KPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyebut “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Permohonan kedua, diajukan oleh Gregorius Yonathan Deowikaputra yang berprofesi sebagai pengacara. Dia merasa dirugikan dengan kinerja DPR yang telah dipilih dan diberi mandat menjalankan fungsinya, antara lain fungsi legislasi yang tidak melaksanakan amanah tersebut secara baik, jujur, adil, terbuka, itikad baik, dan bertanggung jawab.  

 

Gregorius menilai proses pembentukan Perubahan Kedua UU KPK dapat dikatakan telah dilakukan secara tertutup dan sembunyi-sembunyi tanpa melibatkan atau meminta masukan masyarakat luas. Karena itu, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan proses pembentukan UU a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Baca Juga: 25 Advokat Perkuat Alasan Uji UU KPK

 

Sementara permohonan ketiga diajukan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid; Abdul Jamil (Dekan Fakultas Hukum UII); Eko Riyadi (Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII); Ari Wibowo (Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII); dan Mahrus Ali (Dosen FH UII). Mereka telah mendaftarkan permohonan uji formil dan materil terhadap Perubahan UU KPK ke MK pada 7 November 2019 lalu.

 

Permohonan keempat diajukan Tiga Pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang resmi melayangkan judicial review atas UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK ke MK. Permohonan ini didukung mantan Pimpinan KPK yakni M. Jasin, Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Juru Bicara KPK Betti S Alisjahbana, dan sejumlah tokoh diantaranya Mayling Oey, Abdul Ficar Hadjar, Abdillah Toha, Ismid Hadad yang juga tercatat sebagai Pemohon. 

 

Pengujian Perubahan UU KPK ini selain uji formil, juga mengajukan uji materil. Untuk uji formil, proses pengesahan revisi UU KPK terdapat beberapa kejanggalan, sehingga UU ini minta dibatalkan. Untuk uji materil, salah satunya ada pertentangan (kontradiksi) Pasal 69 D dan Pasal 70 C Perubahan UU KPK itu. Bahkan, sebenarnya ada kesalahan tentang pengetikan antara syarat komisioner KPK, apakah 40 tahun atau 50 tahun?

 

Kelima, diajukan 12 orang Pemohon yang terdiri atas advokat, aktivis antikorupsi, dan mahasiswa hukum. Mereka memohon pengujian Pasal 12B ayat (2), ayat (3), ayat (4); Pasal 12C ayat (1); Pasal 21 ayat (1); Pasal 37A ayat (3); Pasal 37B ayat (1) huruf b; Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 69A ayat (1) dan ayat (4) UU KPK terkait kedudukan dan mekanisme pengisian jabatan Dewan Pengawas KPK. Intinya, UU No. 19 Tahun 2019 ini dinilai berpotensi melanggar prinsip negara hukum dan independensi proses peradilan.

Tags:

Berita Terkait