Advokat Ini Tawarkan 2 Topik Menarik untuk Skripsi
Terbaru

Advokat Ini Tawarkan 2 Topik Menarik untuk Skripsi

Managing Partner MacalloHarlin Mendrofa (MHM) Advocates Turangga Harlin mengatakan penting untuk menulis sesuatu yang masih relevan dan menjadi bahan perdebatan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Managing Partner MacalloHarlin Mendrofa (MHM) Advocates Turangga Harlin. Foto: Istimewa
Managing Partner MacalloHarlin Mendrofa (MHM) Advocates Turangga Harlin. Foto: Istimewa

Skripsi merupakan ‘jembatan terakhir’ yang harus dilalui para mahasiswa ilmu hukum untuk dapat meraih/menyadang gelar Sarjana Hukum. Sebelum penyusunan skripsi dimulai, tentu dilakukan riset terlebih dahulu oleh mahasiswa yang hendak menentukan topik permasalahan atau fenomena untuk dikupas dalam penelitiannya.

“Kalau menurut saya, tentu ketika mahasiswa ingin memilih judul skripsi cari yang relevan dengan saat ini. Kalau bisa yang belum ter-address dan posisinya dari Mahkamah Agung masih simpang siur. Pertentangannya masih terjadi sampai saat ini, masih sangat debatable, jadi mengerjakannya juga menarik,” ujar Managing Partner MacalloHarlin Mendrofa (MHM) Advocates Turangga Harlin kepada Hukumonline, Selasa (2/8/2022).

Baca juga artikel terkait seputar mahasiswa hukum, silakan klik artikel Klinik berikut iniCatat! Begini Bunyi Sumpah Saksi di Pengadilan

Disamping poin utama mengenai topik yang masih hangat diperdebatkan berbagai kalangan, Turangga juga menyampaikan menarik jika mengkaji skripsi yang berasal dari kasus yang terjadi. “Tentu karena saya praktisi, kalau cari bahan skripsi cari yang praktik. Jadi itu dua tips saya, mahasiswa menulis sesuatu yang masih relevan dan menjadi perdebatan. Kedua, itu memang sesuatu yang terjadi dalam praktik, lebih aplikatif,” kata dia.

Baca Juga:

Selama perjalanan kariernya sebagai seorang advokat, terdapat dua problema yang ia rekomendasikan untuk diangkat menjadi topik skripsi bagi para mahasiswa hukum. Pertama, mengenai kewenangan pengadilan Indonesia dalam mengadili sengketa mengenai perjanjian yang tunduk pada hukum asing. Menurutnya, kasus mengenai perjanjian yang tunduk pada hukum asing, tetapi diajukan ke pengadilan di Indonesia memang seringkali muncul. Terlebih, dalam dunia praktik selalu terjadi perdebatan kewenangan pengadilan.

“Singkatnya begini, ada pihak asing, ada pihak Indonesia. Membuat perjanjian memilih sepakat hukum asing, tapi mereka tidak memilih penyelesaian hukumnya arbitrase atau pengadilan asing. Ketika sengketa kemana mereka? Apakah bisa ke pengadilan Indonesia atau tidak? Terdengarnya sangat sederhana tapi sangat menarik. Bisa dilihat dari banyak aspek. Bahkan ada mahasiswa kita yang menulis disertasi mengenai hal ini di Groningen.”

Tags:

Berita Terkait