Advokat Ini Berbagi Tips Mitigasi Korupsi untuk In House Counsel
Terbaru

Advokat Ini Berbagi Tips Mitigasi Korupsi untuk In House Counsel

Ada lima tips yang bisa dilakukan, mulai dari prosedur proporsional hingga keterbukaan dan monitoring.

Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Partner NKHP Law Firms Kresna saat menyampaikan materi dalam breakout session di In House Counsel Summit 2023, Jumat (20/10).  Foto: RES
Partner NKHP Law Firms Kresna saat menyampaikan materi dalam breakout session di In House Counsel Summit 2023, Jumat (20/10). Foto: RES

Breakout session pada hari kedua In House Counsel Summit yang digelar Hukumonline bersama Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA) menghadirkan Partner NKHP Law Firms Kresna Hutauruk sebagai narasumber. Dalam kesempatan tersebut, Kresna memaparkan diskusi dengan tema “Pencegahan Pidana Korupsi di Korporasi: Peran Hukum dan Kepatuhan Bisnis”.

Dalam pemaparannya, Kresna berbagi tips bagi in-house counsel Perusahaan untuk mencegah terjadinya korupsi di lingkungan masing-masing. Ada lima tips yang bisa dilakukan in-house counsel agar perusahaannya dapat memitigasi terjadinya tindak pidana korupsi.

Baca juga:

Pertama, prosedur proporsional. Pada tahap ini, penting bagi tim legal untuk menjaga prosedur Perusahaan tetap on the track. “Misalnya pertemuan-pertemuan yang terjadi harus ada berita acara atau notulen yang jelas,” Jumat (20/10).

Hukumonline.com

Partner NKHP Law Firms Kresna saat menyampaikan materi dalam breakout session di In House Counsel Summit 2023, Jumat (20/10).  Foto: RES

Kedua, penerapan good corporate governance. Hal ini menjadi penting, lanjut Kresna, karena Perusahaan bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan Perusahaan. Ketiga, penguatan sikap anti korupsi di internal Perusahaan. Terkait hal ini, korporasi harus mempelajari undang-undang apa saja yang menempatkan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi dalam hal ini mematuhi UU Pemberantasan Tipikor dan UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Selain itu, korporasi juga harus memperhatikan prinsip indemnity (ganti kerugian), penyimpanan dokumen yang terkait dengan asset-aset korporasi dan due diligence (uji kelayakan),” kata Kresna.

Keempat, pengelolaan risiko secara periodik. Hal ini bisa didasarkan adanya komitmen negara dalam mencegah korupsi secara efektif, risiko keuangan yang meliputi bidang industri dan sektor infrastruktur, risiko di bidang transaksi keuangan, risiko bisnis sertarisiko hubungan bisnis.

Kelima, keterbukaan dan monitoring. Terkait hal ini, korporasi harus yakin bahwa korporasi tersebut sudah melakukan Tindakan pencegahan atas tindak pidana yang bisa dilakukan oleh korporasi salah satunya dengan menerapkan prinsip keterbukaan atau transparansi dalam melaksanakan kegiatan korporasi.

“Monitoring korporasi adalah melakukan studi terhadap kinerja dan melakukan penindakan secara tegas atas setiap pelanggaran,” tambah Kresna.

Dalam kesempatan yang sama, Kresna menyebut salah satu pasal yang menjadi momok bagi tim legal di Perusahaan BUMN maupun kementerian adalah Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor, terkait menghalangi penyidikan. Hal ini dikarenakan biasanya jika ada masalah hukum tim legal yang akan diminta pendapatnya oleh Perusahaan. Salah satu contohnya, jika tim legal diminta pendapat terkait pemeriksaan panggilan pertama direksi Perusahaan. Tim legal menyatakan agar tak perlu memenuhi panggilan karena harus mengumpulkan data-data penunjang pemeriksaan. Tapi tim legal ini bisa ditetapkan sebagai tersangka yakni pasal menghalang-halangi penyidikan.

“Penundaan pemeriksaan saksi adalah permintaan yang normal. Bagaimana bagi para legal cara bertindak dan bersikap dalam memberikan advis hukum kepada Perusahaan. Ini yang memang harus menjadi perhatian dari para legal,” kata Kresna.

Tags:

Berita Terkait